SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 1 PART 2
Penulis Sinopsis: Cyntia
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com
EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 1 Part 1
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com
EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 1 Part 1
“Lihat apa kau sampai menganga begitu?” tanya seorang Polisi pada Kim Dan. Kim Dan bilang pria tadi punya pesona yang mematikan dan bertanya siapa orang itu. “Chun Jae In. Selama 5 tahun berturut-turut, dia peringkat 1 dalam menyelesaikan kasus berat. Menyelesaikan 3 dari 10 kasus paling menggemparkan di korea. Catatannya sangat fantastis.”
Kim Dan: “Jadi, aku tadi menghajar seorang legenda.”
Polisi: “Chun Jae In kau hajar?”
Kim Dan: “Tidak... Ya... Tadi kupikir dia komplotannya.”
Kim Dan ketakutan, tapi rekannya malah memujinya. Rekannya bilang seluruh Polisi di negeri ini di dalam hatinya punya niat untuk memukuli Jae In. Kim Dan tidak mengerti.
Jae In sampai rumah dan mengeluh perutnya sakit. “Ah, titik vital. Pukulan mematikan,” gumamnya. Ia lalu menggelar matras dan mulai berolahraga untuk meredakan sakit di perutnya.
Adik perempuannya datang dan langsung memotretnya sambil tertawa. Jae In mengomel bahwa ia sudah membiayai kuliah dan membelikannya kamera karena adiknya ingin menjadi jurnalis. Ia meminta kamera itu dikembalikan, tapi adiknya menolak.
Adiknya menanyakan kenapa Jae In berantakan padahal tadi pergi untuk wawancara. Jae In bilang dalam perjalanan pulang tadi ia membantu menegakkan keadilan. Adiknya bertanya lagi apakah wawancara Jae In lancar dan tidak membuat masalah, sambil menunjuk artikel koran tentang Jae In yang membuat masalah.
Adiknya bilang Jae In memiliki gangguan kepribadian antisosial dan mengulangi pertanyaannya. Aje In bilang pada akhirnya dia tak bisa bilang berapa IQ-nya,agar tidak dianggap meremehkan kemampuan orang lain. Jae In juga berkata bahwa ia menunjukkan sikap rendah hati, dan selalu tersenyum. Adiknya merangkul Jae In dan memujinya.
“Bagus. Oppa, tanpaku bagaimana caramu bertahan hidup? Tidak akan ada yang mau memungutmu?” kata adiknya sambil menjiwit pipi Jae In. Jae In pura-pura kesal dan melepaskan tangan adiknya. “Maka dari itu, baik-baiklah padaku,”
Adik Jae In memasang foto kakaknya di depan cermin di kamarnya dan tersenyum.
Seorang pria melaporkan anak perempuannya yang bernama Chae So Yoon, seorang manajer pabrik berusia 22 tahun, yang sudah 4 jam tidak memberikan kabar padanya. Rekan Kim Dan biang wajar jika seorang gadis pulang terlambat, tapi pria itu bilang putrinya berbeda dan tidak pernah mabuk.
Setelah memberikan foto So Yoon, pria itu pergi dan Kim Dan mengantarnya keluar.
Di dalam kantornya, Kim Dan memperhatikan foto So Yoon. Rekannya bilang So Yoon pasti akan pulang, tapi Kim Dan tetap khawatir. Kim Dan berkata, “Ayahku persis seperti pria tadi. Beberapa jam tak bisa dihubungi, hati sudah merasa cemas.”
Rekannya bilang itu baru 4 jam tidak bisa dihubungi, bukannya 4 hari. Ia lalu mulai menyanyi.
Kim Dan tampak berlari di hutan dan ada seseorang yang mengejarnya. Kim Dan kemudian terjatuh dan seseorang menjerat lehernya. Sebelum tidak sadarkan diri, Kim Dan melihat bunga-bunga kecil berwarna putih disana.
Narasi Kim Dan: “Meskipun orang sudah meninggal, hingga akhir mereka tetap bisa mendengar. Mendengar siulan. Hanya bisa mendengar siulan. Aku... dibunuh. Dan ini untuk ke-69 kalinya, aku melihat kematian.”
Kaki dengan sepatu berwarna merah tampak menggantung di sebuah pohon.
Kim Dan ketiduran di kamar So Yoon sambil memegang fotonya. Ia memegang lehernya yang terasa sakit dan berkata, “Chae So Yoon... dibunuh.” Ia lalu mengambil buku catatannya dan menulis, ‘gunung, tali, pria, bersiul, bunga putih’.
Flashback..
Kim Dan kecil dengan rambut pendek berkata bahwa ayahnya sedang pergi patroli saat seorang wnaita hamil datang ke pos jaga untuk memberikan kue.
Saat Kim Dan menerima kue itu, ia merasa lehernya tercekik dan berkata, “Bayinya bilang tidak bisa bernapas karena lehernya sakit.”
Narasi Kim Dan: “Aku tak pernah ingin melihat kematian lagi. Melihat apa yang tak seharusnya kaulihat, itu tak ada bedanya dengan kutukan.”
Wanita yang sebelumnya hamil ternyata keguguran. Ia memarahi Kim Dan karena menganggapnya sebagai penyebab bayinya terlilit tali pusar. Wanita itu menyebut Kim Dan sebagai anak setan dan berharap Kim Dan mati saja.
Ho Ki yang melihatnya kemudian berlari dan menyelamatkan Kim Dan, sedangkan wanita itu terus menangis histeris. Kim Dan juga ikut menangis. Kejadian itu menyebabkan Ho Ki dan Kim Dan harus pergi dari area itu.
Kim Dan: “Ayah.. apa aku.. orang jahat?”
Ho Ki: “Tidak. Ayah tahu kau hanya ingin membantu orang itu.”
Kim Dan: “Kekuatan Tuhan itu apa? Penyihir itu apa? Orang-orang bilang aku kerasukan.”
Ho Ki berusaha menjelaskan bahwa itu karena Kim Dan berbeda dengan orang lain dan Kim Dan adalah orang istimewa. Ho Ki bilang orang-orang itu bukan membenci Kim Dan, tetapi takut karena dengan perbedaan yang ada pada Kim Dan.
Kim Dan menangis dan berkata bahwa dia tidak suka berbeda seperti itu. Ia lalu memeluk ayahnya.
Tidak lama kemudian, ayah So Yoon datang sambil membawakan teh. Pria itu bilang putrinya sangat penakut sampai tidak berani tidur dengan lampu dimatikan. Pria itu berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa putrinya akan ditemukan dalam keadaan hidup.
Pria itu bilang saat ulang tahun pertamanya, So Yoon mengambil kain sutra yang melambangkan umuranya panjang dan tak memiliki penyakit. Ia hampir menangis dan bertanya-tanya siapa yang sudah menculik putrinya.
Keesokan harinya, Jae In pergi rapat di Polres Seoul. Seorang Polisi menjelaskan tentang kasus bunuh diri dengan cara menggantung diri dengan tali di Hwaju dan ditemukan oleh warga di sekitar gunung. Jae In mengacungkan tangannya ingin bertanya, tapi Polisi itu bilang sesi pertanyaan baru akan dimulai setelah penjelasan selesai. Tapi Jae In tidak bisa menahan dirinya, ia berdiri dan mengacungkan tangannya.
Jae In: “Tidak bisa disimpulkan bunuh diri. Di lehernya terdapat 2 bekas jeratan.”
Polisi: “Sangat tidak biasa. Tapi saat gantung diri, bisa saja meninggalkan bekas seperti ini.”
Jae In: “Tempat penemuan mayat tak ada kaitannya dengan korban. Mereka yang bunuh diri cenderung mencari tempat yang berarti untuk dirinya.”
Polisi: “Tapi bisa saja ada pengecualian.”
“Satu sepatu hilang,” kata Jae In lagi. Polisi yang ada di depan sangat kesal. Polisi lain mempersilakannya agar melanjutkan penjelasannya. “Masih ada dua kasus lagi, Tekniknya sama,” kata Jae In lagi.
Jae In akhirnya maju dan menjelaskan analisisnya. Ia menyimpulkan bahwa itu adalah pembunuhan berantai. Ia bilang tidak ada tanda pelecehan seksual ataupun penganiayaan, jadi kejahatan dolakukan dengan tujuan untuk membunuh.
Jae In bilang kemungkinan pelakunya memiliki kesulitan komunikasi dengan wanita, cacat fisik, atau memiliki kelainan dalam hal seksualitas. Ia mengatakan itu sambil melihat ke arah seorang Polisi lain.
“Kau lihat apa, brengsek?!” kata Polisi itu marah.
Jae In kembali menjelaskan bahwa semua korban memiliki tinggi 155 cm dan itu berarti pelaku memilih korban yang mudah ditekan, jadi kemungkinan tubuh pelaku lebih kurus dibanding rata-rata orang.
Jae In bilang bekas jeratannya rapi dan kancing baju dikancing sampai atas. Ia berkata bahwa kejahatan yang dilakukan sangat rapi itu membuat pelaku percaya diri. Ia yakin pelaku akan berusaha kembali ke TKP lagi.
Pengumuman tentang hilangnya So Yoon yang memakai mantel pink dan sepatu merah mulai dipasang.
Dari kejauhan terlihat seorang pria yang memperhatikan spanduk itu. Ketika ia bertatap mata dengan Kim Dan, pria itu buru-buru pergi dengan menaiki taksi.
Supir taksi mengatakan pada pria tadi bahwa dunia semakin menyeramkan, dan baru saja ada gadis yang hilang. Pria itu diam saja. Supir taksi mengeluh bahwa belakangan ini ia jadi takut mengemudikan taksi, dan terus saja bicara.
Pria itu menyuruh supir taksi menutup mulutnya dan menyetir saja. Supir taksi mengangguk dan menyalakan musik. Pria itu minta agar musiknya dimatikan.
Supir itu bertanya apakah musiknya tidak enak didengar. Ia bilang kalau ia selalu mendengarkan musik saat mengemudi, karena bisa membuat hatinya tenang. “Tutup mulutmu!” kata pria itu sambil menendang kursi supir, sehingga mobil berhenti mendadak dan supir taksi terbentur kemudi.
Jae In mengatakan bahwa TKP berada di antara rumah dan tempat kerja, jadi ia menduga kalau pelaku membawa korban dnegan menggunakan kendaraan, misalnya dengan taksi.
Mendengarkan penumpangnya terus memakinya, ekspresi supir taksi berubah. Ia memakai sarung tangannya dan meminta maaf. “Aku akan mengantar Anda selamat sampai tujuan,” kata si supir taksi.
Kim Dan pergi ke kaki gunung dania melihat spanduk yang juga ia lihat di mimpinya. Ia memperhatikan area sekitar.
Ia kemudian menemui seorang nenek dan memperkenalkan dirinya sebagai Polisi. Kim Dan bertana apakah malam tadi nenek itu mendengar jeritan wanita di sekitar rumahnya. “Tidak. Kami tidur, karena lampu mati,” kata nenek itu.
Kim Dan terus berjalan lebih jauh.
Hari sudah malam ketika ia datang ke sebuah rumah dan menyapa penghuninya. Dia mengatakan bahwa dia adalah Polisi dan ingin menanyakan sesuatu.
Penghuni rumah yang tampaknya sedang mencuci itu menoleh dan ternyata dia adalah si supir taksi.
Jae In pergi memeriksa rekaman CCTV.Rekannya bilang kasus pertama sudah terlalu lama, jadi hanya tersedia rekaman CCTV untuk kasus kedua dan ketiga dan kedua korban mati di mobil.
Jae In kemudian merasa aneh dengan sebuah taksi berwarna oranye yang hanya lewat, tapi tidak mengambil penumpang. Rekannya membenarkan kalau mobil itu berada di sekitar TKP. “Yang terakhir.. 2 menit sebelum korban menghilang,” kata Jae In. Rekannya mengecek rekaman lainnya.
Jae In meminta agar lat mobilnya diperbesar dan mereka senang karena menemukan bahwa plat mobilnya sama. “Ah, kena kau!” kata si rekan.