3/25/2018

SINOPSIS Untouchable Episode 10 PART 2


Penulis Sinopsis: Cyntia
All images credit and content copyright: jTBC
Supported by: oppasinopsis.com

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Untouchable Episode 10 Part 1
EPISODE SELANJUTNYA || SINOPSIS Untouchable Episode 10 Part 3

Ki Seo tampak mulai menjalankan aktivitas kampanyenya. Ia melakukan kunjungan ke pasar dan Kepala No juga tampak mendampinginya. Ia menyapa ramah semua pedagang yang ada disana. Tapi tiba-tiba seorang pedagang melemparkan dagangannya ke arah Ki Seo.


“Hei, hei! Apa menjadi putranya Jang Bum Go adalah sesuatu yang harus dilebih-lebihkan?!Keparat itu adalah seseorang yang menghisap darah kami seperti lintah!” kata pedagang itu. Kepala No langsung memerintahkan bawahannya untuk menangani pria itu.


Kepala No membantu membersihkan pakaian Ki Seo, sedangkan di pria pedagang terus saja marah. “Jika kalian memilih orang itu sebagai walikota, ini akan menjadi dunia Keluarga Jang lagi! Dasar orang-orang bodoh! Lepaskan! Lepaskan!” Ki Seo kemudian meminta mereka melepaskan pedagang itu.


Para Polisi diam saja. Ki Seo mendekati mereka dan berkata, “Lepaskan dia.”


Yi Ra memberikan foto tubuh nelayan yang tenggelam dari wilayah hukum Kepolisian Dongpa. Setelah diotopsi, diketahui bahwa jasad itu adalah Kim Ho Sang, seoran yang bekerja di kapal milik Perusahaan Kelautan Bukcheon. Penyebab kematian Ho Sang bukanlah tenggelam biasa, melainkan disebabkan oleh pendarahan internal karena trauma pukulan benda tumpul.


Ketua Tim Go bilang pakaian Ho Sang sama dengan jaket yang dipakai Detektif Yoon saat kejadian. Sung Gyun mendekat dan menyadari bahwa dulu ia juga melihat Detektif Yoon memakai jaket itu.


Joon Seo memperbesar foto Detektif Yoon dan melihat tulisan ‘Explore Outdoor’ di jaket tersebut. Dan itu sama dengan milik Ho Sang.


Pedagan tadi mengatakan bahwa dia sudah bekerja saelama 20 tahun di pasar hidangan laut, tapi pinjaman bank yang didapatkannya untuk membangun toko itu sudah sampai pada batasnya dan ia tidak suka jika Ki Seo mencalonkan diri sebagai walikota.


Istri pria itu datang dan merasa tidak enak, tapi pria pedagang itu bilang bahwa dia hanya mengatakan kenyataan. Istrinya meminta maaf dan mengatakan bahwa suaminya selalu seperti itu ketika minum. Ki Seo tidak mempermasalahkannya, dia malah bilang kalau ia jadi mengetahui sesuatu. 


Ki Seo lalu bertanya apakah mereka punya anak. Pria itu bilang ia punya anak yang masih sekolah di SMA. Istrinya datang dan memberitahu kalau anaknya sekolah di SMA Bukcheon. Ki Se menanyakan namanya. Istrinya mengatakan bahwa nama anaknya adalah Kim Cheon Soo. “Kim Cheon Soo.. Apa Kim Cheon Soo dari kelas 3-5?” tanya Ki Seo.


Pedagang ikan dan istrinya terkejut, karena Ki Seo mengenali anaknya. Ki Seo lalu bercerita bahwa baru-baru ini ia pergi untuk memberikan penghargaan lomba menulis esai dan Cheon Soo menerima hadiah utamanya. Ki Seo bilang ia mengingat Cheon Soo sebagai siswa yang berkacamata dan berambut pendek.


“Dia mungkin akan dipilih sebagai penerima beasiswa 4 tahun di universitas. Dan akan ada beberapa bantuan dengan biaya hidupnya juga,” kata Ki Seo untuk membujuk mereka. Istri dan pedagang itu terlihat terkejut, tapi mereka sangat senang.


Saat mengantar Ki Seo keluar, pedagang itu bahkan menyiapkan sepatu Ki Seo. Ia juga meminta maaf. Kepala No lalu mengajak semua orang bertepuk tangan. Ki Seo lalu berjabat tangan dan memeluk pemuda itu. Semua orang bersorak, “Jang Ki Seo! Jang Ki Seo!”


Istri pedagang sangat senang. Terlihat di dindingnya ada piagam hadiah utama dan juga foto Cheon Soo. (Ki Seo cerdik banget..)


Yi Ra baru saja menemui seorang wanita yang mengatakan bahwa orang yang ia cari suka minum di toko di ujung gang itu. Joon Seo bertanya kenapa ornag itu tidak mau mengangkat teleponnya. “Dia tidak mau menjadi gangguan bagi Kelautan Bukcheon dan walikota sebelumnya, Jang Bum Ho,” kata Yi Ra. Joon Seo menanyakan alasannya. “Setelah kejadian itu, putranya menjadi pengangguran dan ayahmu memberinya pekerjaan di Perusahaan Kelautan Bukcheon. Ayahmu seperti dewa baginya.”


Joon Seo menyimpulkan bahwa akan sulit untuk membujuknya. Yi Ra bilang mereka harus tetap mencobanya, karena ornag yang bisa bersaksi bahwa mayat itu adalah Detektif Yoon hanyalah orang yang pertama kali menemukan mayatnya.


Joon Seo bertanya apakah menguntungkan jika ia mengakui bahwa ia adalah putra Tuan Jang. Yi Ra menggelengkan kepalanya dan menyuruh Joon Seo ettap di luar, karena rumor beredar bahwa Joon Seo adalah putra yang mengkhianati ayahnya.


Saat Yi Ra menanyakan penemuan mayat, pria itu tetap mengatakan bahwa ia tidak tahu apa-apa. Yi Ra berusaha membujuknya, tapi Yi Ra malah didorong. Joon Seo yang sebelumnya hanya menunggu di luar, akhirnya ikut masuk dan menanyakan keadaan Yi Ra.


Pria itu bilang masalahnya sudah selesai, jadi jangan diungkit-ungkit lagi. Ia bilang Bukcheon hidup karena Tuan Jang dan jika buka karenanya, maka semua orang sudah menjadi pengemis. Joon Seo mengajak Yi Ra pergi.


Di luar, Yi Ra mengatakan bahwa hanya pria itulah satu-satunya orang yang bisa bersaksi bahwa Detektif Yoon meninggal dengan tidak adil. Joon Seo bilang itu percuma saja. Yi Ra mengingatkan bahwa Joon Seo berjanji akan mengungkapkan kebenaran yang dicari oleh Jung Hye.


Mendengar percakapan mereka membuat pria itu menyadari bahwa Joon Seo adalah anak Tuan Jang. Ia melemparkan gelasnya hingga memecahkan kaca jendela. Pria itu bilang, Joon Seo tidak pantas menjadi putra Tuan Jang.


Joon Seo bertanya apakah Yi Ra baik-baik saja. Yi Ra mengiyakan, tapi kemudian ia menyadari bahwa leher Joon Seo terluka karena melindunginya. Mereka lalu pergi ke apotek.


Yi Ra membantu Joon Seo mengobati lukanya. Joon Seo bilang lakukan saja dengan kasar, tapi Yi Ra memintanya agar tidak bergerak dan mengobatinya dengan hati-hati. ‘Kenapa kau begitu ceroboh? Kenapa kau bisa terkena semua pecahan kaca itu?” tanya Yi Ra.


Joon Seo lalu mengingat saat Jung Hye sangat khawatir, ketika ia terluka. Jung Hye mangatakan bahwa prioritas utama bukanlah menangkap penjahat, melainkan keselamatan dirinya.


Yi Ra berkata, “Sebelum kau mengkhawatirkan orang lain, kau harus memperhatikan dirimu sendiri dulu. Oke?” Joon Seo lalu berdiri dan mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus ia lakukan, jadi ia akan pulang lebih dulu. Yi Ra meminta Joon Seo membawa obatnya, tapi Joon Seo langsung pergi dengan mobilnya.


Joon Seo pergi menyendiri dan mengingat Yi Ra yang mengkhawatirkannya. Ia lalu menerima telepon, “Halo? Ya, aku adalah pemilik rumah itu. Tidak, aku tidak pindah. Aku hanya mengosongkannya untuk sementara.”


Joon Seo pergi ke rumah lamanya untuk mengambil surat-surat yang menumpuk di kotak posnya. Ia mengecek surat-surat itu dan salah satunya adalah dar kartu Hanguk untuk Jo Min Joo, nama samaran Jung Hye.


Ia lalu duduk di toko dekat rumahnya, tempat biasa Jung Jye menunggunya pulang bekerja. Seorang tetangga yang kebetulan lewat menyapanya dan menanyakan Jung Hye. Joon Seo bilang mereka pindah ke kampung halaman. Tetangga itu bertanya apakah Jung Hye masih secantik dulu. “Tentu. Dia masih cantik. Bagiku dia yang tercantik,” kata Joon Seo.


Ja kyung menatap dirinya di depan cermin riasnya. Ia kemudian menerima pesan konfirmasi pembayaran tiket kelas utama penerbangan dari Incheon ke Bandara JFK, Amerika.


Saat mengetahui kedatangan Joon Seo, Ja Kyung keluar dari kamarnya dan mengajak Joon Seo minum teh bersamanya.


Ja kyung bilang ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi ia tidak akan memberitahu Joon Seo. “Ya. Terserah apa maumu,” kata Joon Seo lalu meminum tehnya. Ja Kyung lalu pergi begitu saja.


Gyu Ho memberitahu Tuan Goo bahwa alasan Paman Yong pergi ke Jepang adalah untuk membunuh Ito. Ia menduga paman Yong berhubungan dengan yakuza di Osaka. Ia juga bilang kalau Orang Jepang berpikir bahwa Perusahaan Yoshida yang merupaman anak perusahaan yakuza di Osaka adalah tersangka paling kuat atas pembunuhan Ito.


Tuan Goo yakin Tuan Jang-lah yang menyuruh Paman Yong untuk melakukan itu semua. Tapi Gyu Ho bilang ia punya saksi bahwa Ki Seo-lah yang memerintahkan hal itu. Tuan Goo bertanya siapa saksinya. “Aku,” jawab Gyu Ho.


Gyu Ho menceritakan pertemuannya dengan Ki Seo yang membahas tentang Perusahaan Yoshida. Gyu Ho bertanya seperti apa perusahaan itu. “Kau tidak perlu mengetahuinya. Kau hanya harus mengirimkan uang sejumlah itu melalui Perusahaan Kelautan Bukcheon,” kata Ki Seo. Gyu Ho bilang ia harus tahu kesepakatan seperti apa sehingga ia bisa memasukkannya ke dalam buku akuntansi. “Jangan mengirimkannya dari dana perusahaan. Kirimkan dari rekening pribadiku.”


Gyu Ho: “Rekening pribadimu?”
Ki Seo: “Kau melakukan hal seperti ini dengan baik. Mmeindahkan uang kesana dan kesini.” (pencucian uang)


Gyu Ho bilang dialah yang mengetahui jalur pencucian uangnya. Tuan Goo bilang itu tidak cukup membuktikan bahwa Ki Seo-lah yang memerintahkan pembunuhannya. Belum lagi Gyu Ho-lah yang akan terluka, karena Gyu Ho yang mengirimkan uangnya. “Tidak masalah. Ini bukan bukti yang dipergunakan di persidangan. Kurasa kedua saudara itu akan menjadi pedang yang saling melukai,” kata Gyu Ho tenang.


Di kantornya, Yi Ra menerima surat tanpa nama. Di dalamnya terdapat salinan artikel koran Jepang yang berjudul ‘Yoshida di Osaka, Yoshida Ito dalam tuduhan meminta pembunuhan’.


Di lembar berikutnya, ada artikel berjudul ‘Penyelidikan oleh Polisi atas Kemungkinan Pembunuhan Presdir Ito’, ‘Bunuh Diri yang Mengejutkan yang Dilakukan oleh Presdir Ito dari Perusahaan Kelautan Matsumoto’, dan ada juga lembar ‘Penyelesaian Penyelidikan Akun’.


Yi Ra kemudian menunjukkan berkas itu pada Joon Seo. Ia mengatakan bahwa jika itu diungkapkan kepada media, maka Kepolisian Jepang akan menyelidiki Ki Seo karena memerintahkan pembunuhan.


Joon Seo mengingat saat Ki Seo berkata pada Paman Yong ketika pemakaman ayahnya, “Tidak akan ada maslaah mengenai yang terjadi di Jepang, bukan?” Paman Yong mengangguk. “Kau sudah bekerja sangat keras, Paman Yong.”


Joon Seo menanyakan siapa pengirimnya. “Tidak ada. Tapi memo ini juga dikirimkan bersamanya,” kata Yi Ra sambil menunjukkan sebuah kertas yang bertuliskan ‘Jang Ki Seo tidak seharusnya menjadi Walikota Bukcheon’.


Di restoran,  Na Na mengatakan bahwa siang tadi Anggota Dewan Kim Won Se datang kesana dan bertanya mengenai hubungannya dengan Ki Seo. Ki Seo bertanya apa yang Na Na katakan. “Aku tidak bisa menjawabnya. Aku bahkan tidak tahu apa hubungan kita ini,” kata Na Na.


Na Na lalu mengatakan bahwa hari ini adalah ulang tahunnya dan ia meminta waktu Ki Seo. Tapi kemudian Ki Seo menerima telepon dari Joon Seo yang mengajaknya bertemu. Ki Seo menolak dengan alasan sedang mengurus sesuatu, jadi ia akan menemui Joon Seo di rumah nanti. Ki Seo lalu bertanya pada Na Na apa yang ingin dilakukannya.


Di rumah, Joon Seo melihat Ja Kyung akan pergi dengan beberapa tas dan bertanya padanya. “Selama ini kau tidak nyaman, kan? Aku juga. Itu tidak akan terjadi lagi,” kata Ja Kyung. Joon Seo bertanya apakah Ja Kyung akan meninggalkan rumah. “Ya.”


Joon Seo: “Bagaimana dengan hyung? Apa dia tahu?”
Ja Kyung: “Aku akan memberitahunya sekarang.”
Joon Seo: “Hyung sedang dalam situasi sulit. Jika kau pergi sekarang, dia akan mengalami masa sulitnya sendirian.”
Ja Kyung: “Juga kau... Bagaimana menurutmu arti hyungmu bagiku selama ini?”


Ja Kyung bercerita bahwa Ki Seo menyayat pergelangan tangannya di kamar mandi di malam pertama mereka saat bulan madu


“Untungnya dia bertahan hidup, karena aku menemukannya lebih awal. Apa kau tahu apa yang kakakmu katakan padaku saat itu?,” cerita Ja Kyung.


“Karenamu, aku kehilangan kesempatan untuk terbebas dari ayah. Ini adalah kesempatan terakhirku. Apa kau tahu betapa sulitnya bagi seseorang sepertiku untuk memiliki cukup keberanian untuk mati?” kata Ki Seo saat itu.


Ja Kyung bilang saat itu Ki Seo sudah mati, dan Ja Kyung hidup dengan cangkang yang kosong. Ia lalu pergi. Joon Seo hanya bisa menghela napasnya.


Tuan Jang mendengarkan rekaman suara Joon Seo saat menemui anggota komite Bukcheon tanpa sepengetahuan Ki Seo. Ia juga menonton rekaman saat Ki Seo melakuakn kunjungan ke pasar.


“Hak Soo..Hanya sebentar saja, tapi apa kau tahu apa kurasakan saat aku mengalami kematian?” tanya Tuan Jang tapi Paman Yong tidak menjawab. “Tidak ada neraka. Haha..”


Na Na mengajak Ki Seo makan di warung tenda. Na Na menikmati makanannya, sedangkan Ki Seo hanya menatapnya saja.


Setelah itu, Ki Seo menemani Na Na yang memberi makan burung di pantai. Na Na tampak sangat bahagia, tapi kemudian kakinya tersandung dan jatuh. Ia merasa kesakitan dan melihat Ki Seo mengharapkan pertolongan. Ki Seo tersenyum, lalu menggendongnya.


Na Na bercerita bahwa ia mengatakan ‘aku menyukaimu’ pada seorang teman sekelasnya di SD dan walaupun dia bercanda, dia merasa benar-benar menyukai temannya itu. Ketika dia dewasa dia mengatakan ‘aku tidak memiliki tempat tujuan’, dan itu membuatnya seolah ia benar-benar tidak memiliki tempat tujuan.


Na Na: “Bahkan hari ini, karena aku mengatakan ini adalah ulang yahunku, sungguh terasa seperti ini adalah ulang tahunku.”
Ki Seo: “Apa?”
Na Na: “Aku tidak suka camilan murah, dan aku juga tidak suka burung dara. Aku sangat ketakutan ketika aku memberi makan mereka. Turunkan aku. Aku juga berbohong bahwa kakiku terluka.”


Ki Seo menolak.”Kalau begitu lakukanlah. Ini nyaman untukku,” kata Na Na senang, tapi wajahnya sedih.
Comments


EmoticonEmoticon