SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 2 PART 3
Penulis Sinopsis: Cyntia
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com
EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 2 Part 2
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com
EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 2 Part 2
Kim Dan mendatangi lokasi hilangnya Ah Hyun dulu. Do Hoon bertanya kenapa mereka harus kesana, padahal cukup dengarkan kesaksiannya saja. Kim Dan bilang ia ingin melihatnya sendiri karena disanalah semua kejadian berawal.
Kim Dan memuji tempat itu sangat bagus. Pengelola mengatakan karena dulu Polisi sering bolak-balik kesana, harga sewa rumah itu anjlok. Ia mengatakan bahwa Ah Hyun datang bersama tunangannya jam 8:10 dan pihaknya menyiapkan banyak hal karena tunangannya mau melamarnya. Kim Dan bertanya seperti apa penampilan mereka.
Pengelola: “Yang wanita, dari ujung kepala sampai kaki penampilannya elegan. Ternyata dia putri Grup Songha.”
Kim Dan: “Yang pria?”
Pengelola: “Tampangnya lumayan,tapi dandanannya agak lusuh. Dari sepatu dan jam tangannya.”
Do Hoon yang menjadi contoh pria lusuh tidak terima. Ia membela diri bahwa sepatu kulit ia bisa terima, tapi jam mahal jutaan dollar tidak ada gunanya karena fungsinya sama saja.
Pengelola bilang tunangan Ah Hyun itu bisa dibilang seperti Cinderella versi pria, karena tampak bersemangat. Tapi ia sulit mendeskripsikan ekspresi Ah Hyun.
Ah Hyun dan tunangannya datang ke tempat tersebut. Pengelola menyambut mereka dan memberikan kuncinya.
“Apa ya.. sepertinya wanita itu tidak bahagia,” cerita si pengelola.
“Di hari dia melamar, ekspresi calon pengantin itu tampak tidak bahagia. Rasa bimbang yang samar itu akhirnya berlanjut menjadi malapetaka.”
“Ruangan tempat keduanya berada tiba-tiba terbakar. Sekitar jam 9:50 malam. Menurut keterangan tunangannya, dia ke mobil untuk mengambil obat sakit kepala Ah Hyun. Dengan kata lain, saat itu Ah Hyun berada di lantai 2.”
“Dia berusaha menyelamatkan Ah Hyun. Tapi karena api terlalu besar, dia tidak bisa masuk ke ruangan tersebut.”
“Namun, hal mencurigakan mengenai kasus ini dimulai dari sini, setelah api dipadamkan, karena Ah Hyun tidak ditemukan.”
Pengelola merasa aneh, karena hanya ditinggal sebentar ke mobil, tapi ruangannya terbakar dan Ah Hyun menghilang, tapi baju, sepatu, tas dan ponsel semuanya tertinggal di rumah. Do Hoon lalu menunjukkan pesan terakhir yang dikirimkan Ah Hyun kepada ibunya sebelum kebakaran.
“Ibu, aku takut.. Rasanya jika aku menolak lamarannya, maka akan terjadi sesuatu.” Menurut Do Hoon, hari itu Ah Hyun merasakan bahaya. Kim Dan tidak mengerti kenapa Ah Hyun ingin menolak lamarannya.
Jaksa Joo mendampingi tunangan Ah Hyun keluar dari penjara. Tunangannya bilang ia hanya mencintai Ah Hyun. Tapi Jaksa Joo masih mencurigainya. Ia tidak percaya Ah Hyun tidak sengaja berkenalan dengan tunangannya itu saat menjadi relawan.
Tunangan Ah Hyun berkata, “Memang benar aku mengikutinya. Tapi karena aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Pertama kali bertemu di panti asuhan. Aku bahkan tidak tahu kalau dia putri Grup Songha.”
Jaksa Joo menunjukkan sebuah buku catatan kecil yang berisi bahwa Ah Hyun dikuntit. Ia mengatakan bahwa cintanya adalah kejahatan. Tapi kemudian ia juga minta maaf atas nama jaksa dan polisi. Ia mengingatkan agar tunangan Ah Hyun itu tidak bepergian lebih dulu, karena masih menjadi salah satu tersangkanya.
Jaksa Joo memberikan buku catatan itu kepada tunangan Ah Hyun dan pamit pergi. Tunangannya itu melemparkan buku catatan itu dan berteriak, “Bukan aku, keparat! Aish..” Jaksa Joo tidak peduli.
Gelandangan berkacamata berdiri dan mengajak mereka semua membuat laporan mengemis secara teratur. Ia lalu mempersilakan Jae In sebagai Ketua Asosiasi Gelandangan untuk memberikan sambutan. Mereka semua bertepuk tangan dan pelanggan lain menatap mereka heran.
Pelayan sepertinya melaporkan kejadian itu pada atasannya. Jae In berdiri dan mengatakan bahwa suku bunga Amerika yang meningkat semakin membuat hutang negara mereka bertambah dan akan berpengaruh pada penghasilan mereka. Seorang gelandangan mengingatkan bahwa ada anggota baru disana. Jae In kemudian mempersilakannya memperkenalkan diri.
Gelandangan wanita berdiri dan berkata, “Umurku 60 tahun. Namaku Lee Sun Young. Aku mengikuti suamiku berbisnis ke seluruh penjuru negeri dan akhirnya sampai disini.”
Tiba-tiba perhatian Jae In tertuju pada gerakan tangan Sun Young. Ia lalu bertanya apa yang Sun Young jual. “Aku menggali sukk (tanaman herbal) di musim semi, lalu menjualnya di musim dingin,” jawab Sun Young. Jae In bilang tangan Sun Young terlalu lembut untuk orang yang suka menggali di gunung.
“Ada luka kecil di pergelangan tanganmu. Apa tersulut rokok?” tanya Jae In, Sun Young langsung menutupi tangannya. “Kau baru bebas dari penjara ya? Ini tahu untukmu. Ada sekitar 17 kasus dalam beberapa hari ini. Berdasarkan rumor ada nenek-nenek penipu yang dijuluki Geng Boknam. Diantaranya ada satu nenek yang ahli dalam pencurian yang juga dikenal sebagai Gisulja.”
Sun Young: “Dasar kampret satu ini. Pembawa sial.”
Jae In: “Orang pernah digugat, aku tidak akan pernah lupa.”
Sun Young: “Kau jjapsae ya? Seorang jjapsae kampret kenapa bisa jadi gelandangan?” (jjapsae=bahasa slang untuk polisi yang berkonotasi negatif)
Jae In: “Karena jjapsae itu taat hukum.”
Jae In lalu mengeluarkan foto buronan Sang Goo yang merupakan penjahat kealaskakap dan sudah terlihat 3 kali di daerah tersebut. Dia meminta mereka menghubunginya dulu baru menghubungi Polisi jika sewaktu-waktu melihat Sang Goo.
“Ada beberapa hal yang tidak bisa diselesaikan oleh hukum,” kata Jae In.
Kim Dan dan Do Hoon mencoba jalur yang mungkin bisa digunakan Ah Hyun untuk melarikan diri dari tunangannya. Tapi jalan itu membuat mereka kelelahan.Kim Dan mengatakan bahwa dalam radius 3,6 km tidak ada lampu jalan dan suhu hari itu dibawah nol derajat. Menurut Do Hoon itu sama sekali tidak mungkin dilakukan.
Do Hoon bilang saat itu ada satu orang yang meng-klaim bahwa Ah Hyun masih hidup dan saat itu dia sendiri tidak percaya. “Siapa orang itu?” tanya Kim Dan.
Pemilik restoran bertanya apa yang Jae In inginkan. Jae In bilang roti yang menjadi hidangan pembuka disana sekeras batu, Ceviche dan sup ala spanyol mereka juga rasanya kurang tepat, krim mascarpone-nya kering kerontang, dan mangganya terlalu manis.
“Yang paling penting, porsinya kecil sekali seperti ekor tikus. Sama sekali tidak mengenyangkan,” kata gelandangan tua. Pemilik berusaha menahan kemarahannya. Sedangkan gelandangan tua dan Jae In saling mengedipkan sebelah mata mereka.
Para pelanggan sepertinya memposting kejadian tersebut.
Di kamar rawat Ah Hyun, Tuan Baek memukuli Jaksa Joo. Ia marah karena Jaksa Joo dan Kepolisian mengatakan bahwa putrinya sudah meninggal. Ia hampir saja mengadakan upacara pemakaman dengan peti mati kosong. Jaksa Joo bilang ia tidak akan membela dirinya.
Tuan Baek: “Siapa sebenarnya yang membuat Ah Hyun sampai setengah mati begini?”
Jaksa Joo: “Pelaku sebenarnya... akan aku ringkus.”
Tuan Baek: “Orang yang membuat Ah Hyun jadi seperti ini, hidup di bawah langit yang sama denganku dan menghirup partikel udara yang sama denganku. Aku tidak bisa terima itu.
Jaksa Joo mengerti. Tuan Baek lalu menyuruhnya tersenyum sedikit jika sudah mengerti.
Jaksa Joo kemudian tersenyum dan tampak mengerikan. Ia berkata, “Dari pakaian yang dipakai Nona Ah Hyun, ditemukan darah dari wanita yang hilang. Hanya Ah Hyun seorang yang kembali dalam keadaan hidup, hanya dia.”
Tuan Baek bertanya apa maksudnya. Tapi kemudian salah satu bawahan Tuan Baek datang dan membawakan ponselnya. “Anda tertawalah. Jalan masih panjang,” kata Jaksa Joo. Tuan Baek lalu pergi keluar untuk menjawab ponselnya.
Jaksa Joo menghampiri Ah Hyun. “Apa rahasianya? Rahasia bisa kembali dengan selamat seorang diri. Kau kembali dalam keadaan hidup karena pelakunya menutup sebelah matanya? Karena itu kau menutup rapat mulutmu? Haha.. Kau bisa mendengarku bicara kan?” kata Jaksa Joo.
Kim Dan datang menemui gelandangan subway dan gelandangan pria yang ternyata adalah seorang peramal mengenalinya sebagai nona Polisi yang berpelukan dengan Jae In. Ia mempersilakan Kim Dan duduk saja dulu.
Ia meminta Kim Dan menuliskan namanya dalam aksara Hanja (Cina). Ia menanyakan tanggal dan jam kelahiran Kim Dan. Setelah menulis, Kim Dan menanyakan dimana Jae In. Peramal menyuruhnya diam dan mulai mengecek nama Kim Dan. Kim Dan bilang ia sibuk dan akan pergi.
Peramal menahan tangannya dan tidak sengaja menyentuh lonceng yang ada di gelang Kim Dan. Ia melepaskan tangannya lagi yang seperti terkena setruman listrik dan bertanya darimana Kim Dan mendapatkan lonceng itu.
Kim Dan: “Saar aku kecil.”
Peramal: “Kau memungutnya? Aneh sekali. Lonceng tanpa benik dipakai untuk pembakaran. Setelah selesai dimantrai, bawang tersebut akan dikubur di bawah tanah oleh penyihir. Bagaimana bisa ada di tanganmu? Apa mungkin.. kau pernah mendengar suara lonceng itu?”
Kim Dan menggelang dengan gugup, “Tidak.” Peramal terlihat lega karena hal itu tidak mungkin. “Kalau begitu, aku permisi.”
“Tunggu dulu! Olala..” kata si peramal. Tapi Kim Dan tetap pergi.
Sementara itu di rumah, Ho Ki mengambil kotak yang ia sembunyikan di atas lemari. Isinya adalah gambar coretan milik Kim Dan kecil.
“Dia sering bilang jika bisa mendengar suara lonceng berbunyi. Tapi di dalamnya tidak ada benik yang dapat membuat lonceng tersebut berbunyi. Tidak peduli digoyang seperti apapun, lonceng tanpa benik itu tidak akan pernah berbunyi,” cerita Ho Ki pada psikiater Kim Min Joo dulu.
Psikiater Kim mengatakan bahwa tidak ada kelainan kognitif pada Kim Dan karena dia bisa berkomunikasi dengan baik. Menurutnya yang aneh adalah gambar Kim Dan. “Ada apa dengan pohon ini?” tanya Ho Ki.
“Gambar lingkaran ini menandakan usia pohon. Ini menandakan semasa kecil ia pernah mengalami guncangan psikis. Dan yang lebih aneh adalah gambar ini,” kata Piskiater Kim sambil menunjukkan gambar berikutnya.
“Orang-orang diilustrasikan seperti ini. Aku akan bertanya secara langsung, Pak. Apa yang pernah dialami oleh anak berumur 8 tahun ini?” tanya Psikiater Kim. Ho Ki menatap gambar itu dan tidak menjawab.
Dengan kaki pincangnya, Ho Ki kemudian dengan terburu-buru membawa Kim Dan keluar dari rumah sakit.
Ho Ki lalu melipat gambar itu dan menyimpannya lagi.
Kim Dan berhasil menemukan Jae In dan bertanya, “Bagaimana kau tahu jika Baek Ah Hyun masih hidup?” Tapi Jae In malah membicarakan trend pakaian yang sedang dilihatnya di majalah. “Jangan-jangan.. kau tipe orang yang pendendam?” Jae In meliriknya lalu membaca majalahnya lagi. “Oh.. kau bersikap begitu karena kotoran itu, kan? Kau marah, Detektif Chun Jae In...”
Jae In berkata bahwa pada dasarnya dia adalah tipe orang kere yang tidak pendendam. Jae In bilang dulu ia sudah bilang bahwa pelakunya bukan tunangannya, tapi tidak ada yang percaya, jadi dia tidak mau tahu lagi.
Kim Dan bilang pelakunya harus ditemukan. “Aku tidak peduli,” kata Jae In. Kim Dan merebut majalahnya dan bilang kalau dia peduli dan kasus itu bukan kasus biasa. “Tapi aku punya satu syarat. Kasus dua tahun lalu. Beritahu padaku semua yang kau ketahui.”
Kim Dan menghela napas panjang dan mengangguk, “Baiklah.” Jae In lalu mengajak Kim Dan masuk ke rumahnya yang lebih mirip kantor agak kumuh.
Jae In bertanya apa motif kejahatannya. “Menolak lamaran karena tahu ada maksud tersembunyi dari tunangannya,” kata Kim Dan. Jae In bertanya kapan Ah Hyun mengetahuinya. “Enam hari sebelum kejadian.” Jae In bertanya kira-kira seperti apa perasaan Ah Hyun karena dikhianati calon suaminya.
Kim Dan dan Jae In membayangkan ada di TKP enam hari sebelum kejadian hilangnya Ah Hyun. Kim Dan berkata jika dikhianati calon suami, “Maka hati bagaikan diiris pisau. Serasa ingin mati pastinya. Kalau itu aku, aku sudah pasti akan sembunyi di rumah dan menangis berhari-hari. Tidak makan tidak minum. Malam tidak bisa tidur.”
Kim Dan mulai menangis, tapi Jae In melarangnya terlalu simpati pada korban. Jae In lalu bertanya apa yang kira-kira akan dilakukan Ah Hyun saat itu. Tapi kemudian ia merasa aneh saat mengecek dokumen bahwa pada hari itu, Ah Hyun malah pergi menonton pertunjuka musikal, esoknya melakukan pijat dermatologi lalu membeli 3 pasang sepatu.
Menurut Jae In, Ah Hyun tidak seperti orang yang frustasi dan menangisi nasibnya. Kim Dan menduga itu karena Ah Hyun sudah bertekad untuk memaafkan tunangannya, karena sangat mencintainya. Jae In tidak terlalu setuju dengannya.
Jae In bilang hati manusia tidak sederhana. Semakin mencintai seseorang, maka semakin susah memafkaannya. “Orang seperti apa Baek Ah Hyun itu?” gumam Kim Dan.
“Good!” Jae In menjentikkan jarinya menyadarkan mereka kembali ke alam nyata. “Ini adalah pertanyaan utama. Baek Ah Hyun yang kaukenal itu siapa?”
Kim Dan: “Bagi anak-anak panti asuhan, dia adalah malaikat. Seoran tuan putri yang mengenal dunia manusia. Dan juga...”
Jae In:”Buang semua informasi yang kau ketahui. Fokus dan telaah TKP secara menyeluruh.”
Kim Dan membuka berkas kasusnya.