SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 4 PART 4
Penulis Sinopsis: Cyntia
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com
EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 4 Part 3
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com
EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Children of a Lesser God Episode 4 Part 3
Setelah keadaan aman, Jae In berkata bahwa ia merasa ada yang tidak wajar dengan orang-orang itu. Kim Dan bilang mereka itu hanya penduduk desa. Jae In bilang lihat saja nanti dan bertanya apakah Kim Dan tidak merasa asing dengan tempat itu.
“Tidak sama sekali,” kata Kim Dan yakin. Ia lalu melihat rumah Seon Ja.
Kim Dan menyebut tempat itu memang seperti ditinggalkan dengan buru-buru. Dan Jae In pikir tidak tampak seperti orang yang mampu memberikan hadiah sebesar 50 juta won dan tidak menemukan tanda-tanda pernah ada anak kecil disana.
Jae In melihat kertas koran yang dijadikan penutup kaca jendela dan terlihat itu adalah koran tahun 1994. Ia melihat koran-koran itu juga menutupi seluruh jendela disana. Ia bertanya-tanya apakah Seon Ja kabur bersama tetangganya.
“Seonbae, lihat ini!” kata Kim Dan sambil menunjukkan sebuah buku. Jae In tampak terperangah.
Ketika keluar dari rumah itu, Kim Dam bertanya apa lagi yang akan mereka lakukan, karena catatan penyelidikan tidak ada dan mereka tidak berhasil menemukan wali dari Song Yi. Jae In lalu masuk ke rumah-rumah yang sudah ditelantarkan di daerah tersebut.
Jae In mengambil semua sampah makanan dan minuman dari pemukiman tersebut dan menemukan bahwa semuanya kadaluarsa di tahun 1994. Kim Dan bertanya-tanya apakah terjadi sesuatu di pulau itu sampai semua penduduknya pergi. Jae In merasa perjalanan mereka akan semakin panjang.
Seorang penduduk setempat melintas sambil membawa senjata. Jae In bertanya apakah senjata itu dilengkapi dengan surat izin. “Bukan urusanmu,” kata pria itu. Jae In bilang itu bagian tugasnya sebagai Polisi.
“Aku punya izinnya atau Anda bisa memastikannya,” kata pria itu. Kim Dan bertanya apa yang dilakukan pria itu dengan senapannya di pulau kecil itu. “Karena selalu ada babi hutan yang menuruni gunung. Kalian berdua hati-hatilah.”
Jae In dan Kim Dan melanjutkan perjalanan dan menemukan sebuah rumah. Mereka masuk untuk mendapatkan informasi. Kim Dan dengan hati-hati membangunkan seorang nenek yang sedang tertidur di tempat itu.
“Hei, kukira siapa. Kau sudah kembali, Nak,” kata nenek itu. Kim Dan bertanya apakah yang dimaksud adalah dirinya. “Tapi.. apa yang kau lakukan disini? Aigoo.. anak yang punya kekuatan supranatural tidak boleh keluyuran.”
Kim Dan: “Nenek, Anda tahu aku?”
Nenek: “Hei, ada apa denganmu? Mana mungkin aku tidak mengenalmu.”
Pemilik penginapan datang dan menyuruh nenek itu masuk karena udaranya dingin. Nenek itu menurut dan masuk ke dalam kamarnya. Pemilik penginapan bertanya apakah mereka mau menginap dan mengatakan biayanya 30.000 won.
Jae In mengeluarkan uangnya, sedangkan Kim Dan bertanya apakah nenek itu adalah ibu pemilik penginapan. Pemilik penginapan bilang nenek itu menderita Alzheimer dan akan merasa mengenal siapapun yang ditemuinya. Kim Dan menarik napas lega.
Jae In menyewa 2 kamar dan menanyakan ada berapa keluarga di desa itu. “22 kepala keluarga. Sekitar 60 orang,” kata pemilik penginapan. Jae In menduga banyak pindah dari sana. “Aku pun kemari setelah krisis keuangan. Tambak disini rusak karena angin topan.”
Pemilik penginapan datang untuk memberikan handuk kepada Kim Dan.
Kim Dan lalu menyadari ada sebuah kertas terjatuh dari dalam handuk itu.
Di kertas itu tertulis, ‘Pergi dari pulau ini! Cepat!”
Kim Dan lalu menunjukkan kertas itu kepada Jae In. Jae In tidak mengerti maksudnya, tapi ia merasa itu adalah sebuah peringatan. Kim Dan bilang perasaannya tidak enak dan merasa tidak bisa bermalam di pulau itu. Jae In bilang tidak ada jalan lain, karena kapal terakhir sudah pergi.
Dua wanita yang sebelumnya minta diangkutkan barang dari kapal menghampiri Jae In dan Kim Dan dan mengatakan bahwa kepala desa mengundang mereka makan.
Kepala desa lalu mengajak semua orang bersulang untuk tamu dari Seoul. Jae in juga terpaksa ikut minum, padahal awalnya menolak. Mereka lalu mulai makan.
Kim Dan akan membalik ikan goring, tapi tangannya dipukul. Kedua wanita itu memberitahu bahwa tidak boleh membalik ikan, kalau itu dilakukan, maka pulau itu akan terbalik juga. Kim Dan meminta maaf. Wanita itu juga mengatakan bahwa hariu itu adalah ‘Hantu Lapar’.
Jae In mencari informasinya di internet dan mendapati bahwa pada Bulan 1 tanggal 16 kalender bulan, tidak boleh ada kegiatan apapun dan jangan menerima benda apapun dari kayu, selayaknya peringatan kematian. Kedua wanita menceritakan cerita seram dan membuat Jae In sangat takut, sampai terus minum dengan gugup.
Samar-samar, Jae In yang baru saja kembali ke kamarnya, melihat sosok putih mengambil sepatunya. Ia kemudian berteriak ketakutan dan menyebut-nyebut hantu. Kim Dan berlari ke kamar Jae In dan menenangkannya.
Dengan gugup, Jae In bercerita bahwa ia melihat hantu yang mengambil sepatunya. “Hantu?” tanya Kim Dan heran dan mengajak Jae In mencari hantunya.
Jae In kesal karena Kim Dan malah ingin mencari hantunya. Ia mengajak Kim Dan segera pergi dari tempat itu besok pagi. Mereka kemudian melihat salah satu sepatu Jae In ada di tanah dan juga sosok putih itu yang berbelok ke sudut lain penginapan.
Jae In mengambil alat penyiram tanaman dan menyuruh Kim Dan berjalan lebih dulu. Ketika mengikuti sosok itu, Jae In ingin melarikan diri, tapi Kim Dan menariknya dan melanjutkan pencarian.
“Nenek?” tanya Kim Dan ketika melihat nenek tadi siang yang sedang memeluk sepatu Jae In.
Kim Dan lalu mengantar nenek itu ke kamarnya. Setelah menyuruh nenek memakai selimutnya dan tidur, Kim Dan pergi. Tapi nenek itu menahan tangannya dan berkata, “Mereka… dikutuk.” Kim Dan bertanya siapa yang nenek itu maksud.
Nenek: “Aku berusaha menghentikan mereka. Dangje* mau dihapuskan. Dangjib* bahkan sudah dihancurkan.” (*Dangje=semacam ritual sesembahan untuk dewa, Dangjib=tempat pemujaan dewa)
Kim Dan: “Oleh siapa?”
Nenek: “Mereka sendiri. Katanya hari pengadilan akan datang. Berkata begitu berulang kali. Lalu mereka semuanya mati.”
Jae In lalu menunjukkan foto Soo Yi dan bertanya apakah nenek mengenalnya. “Soo Yi,” kata nenek itu yang membuat Jae In dan Kim Dan sangat terkejut. Jae In bertanya siapa Soo Yi. “Neneknya adalah dukun nomor 1 di desa ini. Ia sangat hebat sampai kapal dari desa kami selalu selamat sekalipun terjadi hujan badai.”
Jae In bertanya dimana anak itu sekarang. Nenek menatap Kim Dan dan berkata, “Soo Yi…”
Kepala desa dan pemilik penginapan datang. Nenek itu terlihat ketakutan. Jae In bilang nenek itu keluyuran di luar, jadi mereka mengantarnya. Pemilik penginapan menghampiri ibunya dan menyuruhnya tidur. Kepala desa dan kedua wanita itu pergi.
Pemilik penginapan mengikuti Jae In dan Kim Dan keluar. Setelah memastikan keadaan aman, ia bertanya, “Apa ibuku tidak mengatakan apa-apa?” Jae In bilang nenek itu mengatakan tentang persidangan dan wabah. “Gila.” Jae In bertanya apa maksudnya. “Tidak bisa kujelaskan. Dan besok, pergilah naik kapal pertama.”
“Catatan itu, Anda yang menulisnya, kan?” tanya Kim Dan dan pemilik penginapan mengangguk.
“Pak Kim! Lampu rumahku mati!” panggil salah satu wanita tadi. Pemilik penginapan bilang akan memperbaikinya, lalu pergi menyusul wanita itu.
“Ada apa dengan pulau ini?” tanya Jae In dalam hati sambil menatap hujan yang turun dengan deras. Ia kemudian men-charge ponselnya.
Di kamar sebelahnya, Kim Dan tidur dengan gelisah dan loncengnya berbunyi.
Dalam mimpinya, Kim Dan melihat sepasang kaki anak kecil berjalan melewati mayat-mayat.
“Lagi. Pemandangan itu lagi di mimpiku. Secara naluri aku tahu, jangan pernah menoleh ke belakang,” kata Kim Dan dalam hatinya.
Kim Dan juga melihat Ho Ki dalam mimpinya. “Ayah..” Kim Dan mengigau.
Ia melihat Ho Ki mencekik anak kecil itu.
Kim Dan terbangun dengan napas tersengal-sengal dan memegangi lehernya.
Jae In yang sedang mengirim pesan, merasa bingung karena tiba-tiba sinyal ponsel menghilang.
Seseorang baru saja memotong kabel jaringan.
“Setelah datang ke pulau ini, aku mengerti. Mungkin bukan aku yang menemukan pulau itu. Tapi pulau itu yang memanggilku,” kata Kim Dan dalam hati.
Jae In masih berusaha mendapatkan sinyal dengan mengangkat ponselnya. “Kalau tak ada kapal, pulau ini akan jadi seperti ‘Kamar Rahasia’, kata Jae In dalam hati.
Jae In melihat seseorang berjalan di bawah hujan.
Pulai Jami-do, Hari ke-2
Nenek itu terlihat tergeletak tak bergerak di pinggir pantai.
Makin seru ceritanya....dtggu sinopsis slnjutnya ya mba... terimakash n tetp smgatttt
BalasHapusWow,, misterius banget....
BalasHapusSeru kak...