4/26/2018

SINOPSIS Grand Prince Episode 8 PART 4

SINOPSIS Grand Prince Episode 8 BAGIAN 4


Penulis Sinopsis: Anysti
All images credit and content copyright: OCN
Supported by: oppasinopsis.com

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Grand Prince Episode 8 Part 3
EPISODE SELANJUTNYA || SINOPSIS Grand Prince Episode 9 Part 1

Hwi dan Gi Teuk kembali menjalani kerja paksa. Tiba-tiba orang yang ada di depan Hwi jatuh karena kelelahan. Batu yang ia angkat di punggungnya jatuh. Hwi yang orangnya nggak tegaan langsung mendekat dan menolong tapi malah kena cambuk. Gi Teuk yang nggak terima tuannya dicambuk akhirnya melindungi Hwi dan membuat dirinya sendiri  kena cambuk. Orang yang tempo hari memberi Hwi makanan berniat mau menolong tapi dihadang oleh temannya. Tentara Jurchen itu menendang Gi Teuk dan kembali mencambuk Hwi. 


Malam harinya letnan mengoleskan salep ke punggung Hwi (Hwi kurus banget, ya?) Gi Teuk sendiri nggak tega melihatnya. Letnan merasa mereka nggak bisa melakukannya lagi. Hwi harus pergi. Hwi kembali memakai pakaiannya. Ia melarang letnan mengatakan hal seperti itu. Status mereka sama sekarang. Sekali lagi letnan berkata kalo Hwi harus pergi. Tampaknya kakaknya pangeran Jin Yang telah membuat kesepakatan dengan Jurchen. Gi Teuk menanyakan apa maksudnya? Letnan menjelaskan jika pangeran Jin Yang naik tahta, Jurchen akan mendapatkan wilayah utara. Memulai perang di tengah musim dingin, meninggalkan Hwi ...itu semua mungkin bagian dari rencana besar pangeran Jin Yang. 


Gi Teuk tersenyum sambil menangis. Hwi bahkan sampai memukuli dadanya sendiri saking sesaknya. Letnan dan Gi Teuk bertanya apa dia baik-baik saja? Hwi nggak menjawab dan terus saja memukuli dadanya. 


Sementara itu di istana telah diadakan pemakaman atas meninggalnya Eun sung. Kang menghadap ibu suri dan mengatakan Eun sung nggak ada di sini. Ia bertaya apa sekarang ibu mau memberinya gelar Saejae? Ibu suri menjawab, dengan konflik di Utara yang sudah diselesaikan, raja sedang dalam proses pemulihan. Wonja juga tumbuh dengan baik. Mereka akan melupakan keputusan pemilihan Saejae. Tidakkah Kang pikir mereka harus menunggu Wonja tumbuh dewasa? 


Kang tersenyum mendengarnya. Ia bertanya apa yang mulia mampu berdiri dan menjalankan pemerintahan? Ibu suri tegas menjawab kalo dia belum siap. Jadi mereka akan mengangkat Won Sang Jae (pemerintahan yang dijalankan oleh menteri atas nama raja yang masih kecil atau sakit). Menteri Negara Kanan (Uichangseong) dan Menteri Negara Kiri (Jwachanseong), perdana menteri (Yeonguijeong) dan kepala sarja (Daejehak) dan yang lainnya akan bekerja sama dan menjalankan pemerintahan. Kang protes kenapa ibu nggak mengambil alih sebagai walinya? Ibu suri menjelaskan jika wonja harus naik tahta pada usia dini seperti itu, maka itu akan terjadi. Kang memotong menanyakan apa ibu bahkan nggak merasa menyesal padanya? Ibu suri menghela nafas. Ia merasa menyesal kepada Hwi. Pengorbanan Hwi melawan Jurchen dan membawa stabilitas politik ke istana. Saat yang mulia pulih, mereka akan balas dendam pada mereka yang membunuh putranya. Kang mulai geram. Baginya orang yang membuat Hwi terbunuh adalah ibu suri. Mata ibu suri menjadi berkaca-kaca mendengarnya. Kang menanyakan apa ibu masih nggak tahu? Yang membuat dia meninggal itu ibu. Ibu hanya menatap Kang dengan perasaan kalut. 


Kang meninggalkan kediaman ibu suri dan menemui paman yang sudah menunggu di depan. Kang lalu menyampaikan kalo ibu suri telah mengangkat Won Sang Jae. Ibu suri akan menunda itu selama mungkin sampai wonja menjadi putra mahkota. Paman berpendapat kalo ibu suri menganggap mereka sebagai penghianat yang akan berusaha melawan keluarga kerajaan. Ia lalu bertanya pada Kang, pihak mana yang akan dipilih rakyat, di negeri yang dipimpin oleh keluarga Lee? Kang berkata, itu terdengar seperti rencana. Mereka akan bertarung. Mereka sudah menyingkirkan adiknya. Kenapa mereka harus takut pada orang lain? 


Na Gyeom datang ke  rumah keluarga Ja Hyeon. Ia tampak marah. Ia bertemu dengan Kkeutdan dan bertanya apa Ashi-nya ada? Kkeutdan takut-takut mengiyakan. Na Gyeom langsung masuk. 


Mereka sudah duduk berhadap-hadapan. Kkeutdan menyajikan kue untuk mereka. Na Gyeom menatap Ja Hyeon tajam. Ja Hyeon sendiri hanya menunduk. Na Gyeom pikir Ja Hyeon akan memakai baju berkabungnya. Meskioun mereka nggak melakukan pernikahan resmi, sikap Ja Hyeon seperti mengikutinya kedalam kematian. Ja Hyeon menatap Na Gyeom dan mengatakan kalo dia nggak percaya pangeran meninggal. Ja Hyeon yakin dia akan kembali. Na Gyeom menyarankan agar Ja Hyeon menunggu dengan tenang. Kenapa dia mengganggu suami orang? Ja Hyeon mengatakan kalo itu kesalahpahaman. Na Gyeom tersenyum kecut, apa Ja Hyeon pikir dia buta? Karena Ja Hyeon gagal menjadi pengantin kerajaan, apa dia mencoba menjadi selir pangeran Jin Yang? Ja Hyeon menegur Na Gyeom karena sudah kelewatan. Tapi rupanya Na Gyeom nggak mau berhenti. Ia melanjutkan, ia tahu orang macam apa Ja Hyeon. Ja Hyeon dimanaja karena dibesarkan sebagai putri bangsawan yang nggak tahu apa-apa selain diperlakukan dengan baik ketena kelyarga kayanya  dan bahkan saat ia berbuat salah, ia pergi kesana-kemari dengan tersenyum. 


Ja Hyeon menatap Na Gyeom dalam-dalam. Ia mengaku tahu dirinya kurang dalam banyak hal tapi Na Gyeom juga nggak boleh mencemarkan nama baik orang tua Ja Hyeon. Na Gyeom memotong, saat ia berusaha sebaik-baiknya agar ia nggak menjadi anak yatim yang berperilaku buruk, nggak peduli bagaimana Ja Hyeon menjalani hidupnya, semua orang menerima dan memaafkannya. Ja Hyeon serasa nggak percaya. Ia pikir mereka teman. Ia pikir mereka saling mendoakan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan. Na Gyeom memotong, lantas? Lantas kenapa Ja Hyeon menginginkan suaminya? Ja Hyeon menjelaskan kalo dia nggak menginginkannya. Pangeran Jin Yang yang serakah. 


Na Gyeom nggak percaya Ja Hyeon berkata seperti itu tentang suaminya. Ia jadi marah dan membalikkan meja Ja Hyeon sehingga semua makanan di atasnya menjadi berserakan. Ia menatap Ja Hyeon dengan perasaan marah. Ia bertanya kenapa Ja Hyeon nggak memberitahunya? Sejak kapan? Na Gyeom meminta Ja Hyeon mengatakan padanya. Apa setelah pernikahannya? Atau sebelumnya? Kapan mereka memulai hubungan itu? Na Gyeom mulai berkaca-kaca. Ia menyesalkan hal itu. Jika Ja Hyeon temannya, seharusnya Ja Hyeon memberitahunya. Ja Hyeon menyampaikan kalo yang ia cintai adalah adik suaminya. Pangeran Jin Yang nggak tahu saat itu, jadi dia tertarik padanya. Na Gyeom menangis pilu, lantas kenapa Ja Hyeon nggak memberitahunya? Ja Hyeon menjawab karena Na Gyeom sangat menyukainya. Itu adalah impiannya untuk menikah dengan bangsawan. Ja Hyeon mengaku nggak ingin Na Gyeom mencampakkannya. Na Gyeom menanyakan, apa Ja Hyeon nggak masalah melihatnya tampak seperti wanita b*doh? Jika Ja Hyeon nggak mengatakan apa-apa padanya, apakah fakta bahwa suaminya menyukainya hilang? Ja Hyeon memanggil Na Gyeom. Na Gyeom menanyakan kalo Ja Hyeon melakukan itu demi dirinya? Tapi yang Na Gyeom tangkap Ja Hyeon hanya memikirkan dirinya sendiri. Ja Hyeon kekeuh mengatakan tidak. Menurutnya pangeran Jin Yang nggak tulus dengannya. Istri pangeran Jin Yang adalah Na Gyeom. Na Gyeom memotong, Ja Hyeon hanya menutupinya karena takut itu akan menghancurkan pernikahannya. Saat dunia tahu bahwa seorang adik menikahi wanita yang dipermainkan oleh kakaknya. 


Ja Hyeon mendekat dan memeluk Na Gyeom. Enggak. Bukan begitu. Jika Ja Hyeon boleh jujur, ia takut Na Gyeom akan membencinya. Na Gyeom nggak bisa meninggalkan pangeran Jin Yang. Na Gyeom akhirnya akan meninggalkannya. Ja Hyeon berpikir Na Gyeom akan berubah seperti ini jadi dia takut. 


Na Gyeom mendorong Ja Hyeon. Ja Hyeon membenarkan. Ia memang melakukannya untuk dirinya sendiri, ia nggak ingin dibenci oleh Na Gyeom. Ia nggak ingin Na Gyeom meninggalkannya. Na Gyeom bertanya apa ia harus mengatakan yang sebenarnya? Na Gyeom nggak pernah menganggap mereka berteman. Na Gyeom nggak pernah menyukainya. Na Gyeom membencinya karena memiliki ayah. Na Gyeom benci bahwa ayah Ja Hyeon adalah kepala sarjana yang terhormat. Ibunya bahkan nggak tahu dia memiliki putri sepertinya. Ia juga membenci ibu Ja Hyeon yang lebih menyayangi putrinya daripada putranya. Ja Hyeon melarang Na Gyeom seperti itu karena dia akan terluka juga nantinya. Na Gyeom bertanya apa Ja Hyeon mengerti sekarang? Mereka nggak perlu mengakhiri hubungan mereka karena mereka bahkan nggak pernah berteman. 


Na Gyeom bangkit. Ia berkata Ja Hyeon harus memperlakukannya sebagai permaisuri kerajaan. Setelah ibu suri dan ratu, ia adalah wanita yang memiliki kedudukan paling tinggi. Karena mereka sudah melalui hari-hari bersama, ia akan memberinya nasehat. Jika Ja Hyeon mengganggu suaminya lagi, maka ia akan menghancurkan Ja Hyeon. Ja Hyeon hanya diam. Na Gyeom lalu pergi meninggalkan Na Gyeom. Ja Hyeon sendiri hanya bisa menangis. 


Na Gyeom keluar dari kamar Ja Hyeon. Pelayannya membantunya memakai sepatu. Lalu melangkah. Kkeutdan mengejar Na Gyeom dan berdiri di depannya. Kkeutdan mengaku juga tahu itu. Asshi nggak melakukan kesalahan apapun. Kapanpun dia punya kesempatan dia akan melakukan kebohongan. Dan jika Ma-nim menentang keinginannya, dia akan memaksa... . Belum sempat Kkeutdan menyelesaikan kalimatnya, Na Gyeom sudah lebih dulu menamparnya. Na Gyeom bertanya Kkeutdan juga tahu tentang itu? Kkeutdan bilang enggak. Dia ingin menjelaskan tapi Na Gyeom kembali menamparnya. Dia menyuruh Kkeutdan untuk melayani majikannya dengan benar. Na Gyeom lalu melewati Kkeutdan dan segaja menabrak pundaknya. Kkeutdan yang kesal hanya bisa meremas roknya lalu berjalan menuju kamar nonanya. 


Ja Hyeon membereskan makanan yang berserakan. Kkeutdan masuk dan meminta Ja Hyen untuk memberikannya padanya. Biar dia saja yang melakukannya. Dia bahkan nggak bisa menjaga suaminya. Dia membuat keributan dengan Asshi. Kkeutdan menasehati agar Ja Hyeon jangan stres karena itu. 


Kkeutdan menatap Ja Hyeon dan ragu-ragu menanyakan apa pangeran benar-benar akan kembali? Dengan yakin Ja Hyeon mengatakan kalo dia akan kembali. Kkeutdan lalu kembali bertanya jika...jika pangeran nggak pernah kembali... . Ja Hyeon mengatakan ia bisa hidup dengan kenangan. Meskipun waktu yang mereka lalui bersama sangat singkat, mereka melakukan banyak hal, seolah-olah mereka sudah lama menikah. Selama mereka memiliki perasaan satu sama lain, mereka nggak bisa terpisah. Kkeutdan memanggil Asshi. 


Ja Hyeon bilang kalo dia akan menunggu. Jika dia nggak datang setelah Ja Hyeon menunggunya, maka Ja Hyeon akan hidup melajang. Ia akan memikirkan keanngan yang mereka buat, lagi dan lagi. Tapi ...Ja Hyeon mengaku merindukan Hwi. Jika saja waktu bisa terulang lagi, Ja Hyeon akan melarangnya pergi. Dia akan kembali dengan berita kemenangan, dia akan kembali. 


Ja Hyeon mengaku nggak bisa menahannya lagi. Itu terasa sangat menyakitkan baginya. Ja Hyeon merasa ada api yang menyala dalam tubuhnya. Ja Hyeon menangis sesegukan. Ia bertanya pada Kkeutdan, kemana ia harus pergi menemuinya? Berapa lama ia harus menunggu? Gimana ia bisa menjalani hidup sekarang? Ja hyeon nggak bisa berkata-kata lagi. Dia menumpahkan seluruh kesedihannya dengan menangis. Kkeutdan mendekat dan memeluknya. Mereka menangis bersama. Kkeutdan bertanya, gimana ini? 


Pimpinan Jurchen mengijinkan Hwi dan Gi Teuk untuk pergi. Ia berpesan agar mereka kembali. Jika mereka nggak kembali dalam waktu yang ditentukan, maka pangerannya akan mati. Pangerannya nggak mungkin masih hidup. 


Hwi melangkah mendekati letnan. Jika ia pergi sendiri, apa yang akan letnan lakukan? Menurut Hwi, mereka harus pergi bersama. Letnan mengingatkan jika nggak ada sandera, mereka nggak akan mengirim siapa pun. Hwi mengangguk. Ia berpesan agar letnan jaga diri. Hwi janji akan kemsalu untuk menjemputnya. Letnan meminta Hwi agar nggak lupa tentang rakyat mereka yang disandera di sini. Hwi mengerti. Pelan-pelan dia mundur dan kembali pada Gi Teuk. 


Hwi memberi hormat pada letnan. Hwi melangkah bersama Gi Teuk. Tiba-tiba beberapa pria yang menawari Hwi makanan saat sedang kerja paksa tempo hari memanggilnya. Mereka bertanya Hwi mau kemana? Hwi akan pergi kemana dengan meninggalkan mereka, yang mulia? Gi Teuk menasehati agar mereka jangan seperti itu. Pangeran akan menyelamatkan mereka. Penerjemah Jurchen menyadari apa yang terjadi. Ia lalu memerintahkan prajuritnya untuk menyerang mereka. 


Letnan mengambil pedang salah seorang prajurit dan menyuruh Hwi serta Gi Teuk pergi. Ia menusuk penerjemah itu tanpa ragu. Prajurit lain menyerangnya secara bersamaan. Letnan melawan mereka satu per satu. Hwi nggak jadi pergi dan malahan membantu letnan melawan prajurit Jurchen. Pemimpin memerintahkan prajurit untuk menangkap Hwi. Hwi panik dan melarikan diri. Letnan juga lari bersama mereka. Para prajurit mengambil busur dan memanah mereka. Salah satu panah berhasil mengenai punggung Hwi. Seketika itu juga Hwi roboh. Letnan dan Gi Teuk panik. Mereka memanggil-manggilnya. Letnan berbalik. Panah-panah yang terbang itu ia tebas menggunakan pedang. Tapi rupanya ia kewalahan sehingga sebuah panah berhasil menancap di dadanya. Dua panah lainnya menyusul. Letnan roboh. Pedang yang ia pegang ia gunakan sebagai penopang. 


Hwi merangkak mendekati letnan. Para prajurit Jurchen menghampiri mereka dan mengacungkan pedang mereka ke Hwi. Hwi nggak leduli dan meraih dada letnan. Letnan memanggil yang mulia. Ia berpesan, wonja... . Dan belum sempat letnan menyelesaikan kalimatnya, ia sudah kehilangan nyawanya. Pedang yang ia pegang pun jatuh. Hwi menangis. Ia menjerit memanggil letnan.

Bersambung...

Komentar :
Episode ini sedih banget. Tiap ada yang nangis aku ikutan nangis. Atau emang akunya yang cengeng? Ah nggak tahu, deh. Untung nulisnya nggak pakai media kertas. Kalo iya udah keriting kali kena air mata. Atau malahan jadi bubur? Hadeuh, tepok jidad!
Comments


EmoticonEmoticon