10/08/2018

SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 PART 1

SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 BAGIAN 1


Penulis Sinopsis: Anysti18
All images credit and content copyright: SET TV
Supported by: sinopsis-tamura.blogspot.com

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS The Perfect Match Episode 6 Part 4
EPISODE SELANJUTNYA || SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 Part 2

Ruxi bertemu dengan Tingen di pesta pembukaan restoran. Tingen tersenyum menatap Ruxi. Nggak lama kemudian Ruxi sudah menggandeng tangan Tingen. Ruxi mengatakan kalo dia nggak tahu kalo Tingen adalah Chef terkenal, dia akan mengira kalo dia adalah peminang yang obsesif. Tingen membalas kalo Ruxi bukan kritikus makanan terkenal dia akan mengira kalo Ruxi adalab salah satu penggemar beratnya. Ruxi terkejut mendengarnya. Tingen melanjutkan kalo ia terus melihat Ruxi di semua acara publik. Dan tiap kali Ruxi melihatnya dia selalu punya senyuman yang aneh. 


Tingen lalu mengambilkan minuman untuk Ruxi dan dirinya sendiri. Ruxi menyindir kalo dia harus menjauhi Tingen atau penggemar wanita Tingen akan membencinya? Tingen seolah mengikuti. Ia merasa kalo itu masuk akal. Mungkin saja ada pengagum Tingen yang bersembunyi di antara para tamu. Jadi Ruxi mesti hati-hati. Jangan terlalu dekat dengannya karena ia khawatir mereka akan menyerang Ruxi. 


Ruxi menatap Tingen dan merasa kalo itu sangat menakutkan. Tingen melarang Ruxi untuk menkhawatirkannya karena dia akan melindunginya. Ruxi tersenyum mendengarnya. 


Salah seorang tamu mengenali mereka sebagai manajer umum perusahaan restoran Yanis dan putri dari perusahaan Pinle. Ia mendengar kalo kedua perusahaan itu akan bergabung dalam pernikahan. Mereka adalah pasangan yang cocok. Tingen dan Ruxi sebenarnya mendengarnya tapi mereka hanya membiarkan. 


Ruxi baru menyadari kalo dari tadi tadi dia terus menggandeng tangan Tingen. Apa Tinhen nggak takut kalo orang lain akan salah paham? Tingen malah balik nanya. Apa dia terlihat seperti orang yang peduli dengan kata orang? Ruxi menyindir kalo Tingen sangat percaya diri. Tingen membenarkan. Mereka lalu bersulang. 


Fenqing masih di pasar malam. Ia membantu Ah Wei. Nai Nai berbisik pada Zhen Zhen kalo Fenqing dan Ah Wei sudah baikan. Mereka tampak senang melihatnya. Ah Wei bertanya apa Fenqing memakan kue yang ia belikan? Fenqing memberitahu kalo ibunya memakan semuanya dan dia nggak kebagian. Fenqing memberitahu kalo ibunya sangat menyukainya. Ah Wei jadi merasa kalo belakangan ibu Fenqing tampak gemukan. Fenqing tertawa. Ia meminta Ah Wei agar nggak mengatakannya di depan ibunya. 


Mereka merendam kain lap di air. Fenqing mengingatkan kalo mereka sudah seyuju untuk minum 6 botol bir per orang nanti. Fenqing melarang Ah Wei untuk meninggalkan setetespun. Ah Wei meremehkan. Apa 6 botol cukup? Fenqing merasa kalo Ah Wei mulai sesumbar. Sebaiknya Ah Wei nggak mabuk biar bisa menggendongnya pulang. 


Ah Wei mengiyakan. Ia lalu mengajukan tantangan kalo siapa yang nggak menyelesaikannya hari ini maka besok dia nggak boleh naik motor ke pasar malam tapi harus jalan kaki. Fenqing setuju. 


Mereka lalu terkejut dengar. Zhen Zhen dan Nai  Nai do ganggu oleh beberapa pria. Fenqing dengan berani berteriak melarang mereka mengganggu temannya. Mereka mengingatkan kalo itu bukanlah urusan Fenqing. Mereka menyuruh Fenqing untuk pergi. Fenqing memberitahu kalo masalah di pasar malam adalah masalah Master Qing. 


Mereka marah dan mulai menyerang Fenqing. Tapi Fenqing bisa dengan mudah membantingnya. Temannya berusaha menyerang Fenqing dari belakang. Fenqing  berbalik dan mendirong troli ke arah pria itu. Pria itu masih bisa bertahan dan hendah kembali menyerang Fenqing. Ah Wei tiba-tiba melempar bola basket ke kepala orang itu dan membuatnya jatuh seketika. Ah Wei dan Fenqing saling lempar senyum dan memuji satu sama lain. 


Kedua pria itu saling bantu dan pergi dari sana. Mereka mrnyumpahi Fenqing kalo nggak akan ada yang mau padanya. Ah Wei tiba-tiba menyatakan kalo mereka salah. Ia menyukai Fenqing. Zhen Zhen dan  Nai Nai juga memuji Fenqing dan Ah Wei. Mereka lalu pamit, mau kembali bekerja. 


Tingen mengantar Ruxi pulang dengan berjalan kaki. Malam itu sedang gerimis. Ia memayungi Ruxi. Ruxi berbasa-basi memuji makanan tadi. Chefnya juga cukup tampan. Tingen menanyakan apakah maksudnya adalah pria asing tadi? Tingen merasa kalo dia cukup tinggi. Ruxi mrnanyakan pendapat Tingen apakah restoramnya cukup bagus? Tingen merasa kalo nggak buruk. Di atas rata-rata. Ruxi mengangguk. Tingen menambahkan kalo sedikit kurang dari restorannya. Ruxi tersenyum dengar candaan Tingen. 


Nggak terasa mereka sudah sampai. Sepertinya ia masih ingin bersama dengan Tingen. Ia bahkan menawari Tingen untuk masuk dan meminum kopi bersamanya. Tingen terang-tetangan menolaknya. Ruxi tiba-tiba maju dan mencium pipi Tingen. Tingen sampai mematung. Ruxi tersenyum menatapnya dan bertanya apa setelah lama nggak di Perancis, Tingen lupa bersopan-santun? Sambil menunjuk pipi.


Tingen hanya tersenyum lalu mengucapkan selamat malam. Ruxi seperti tampak kecewa. Ia balas mengucapkan selamat malam lalu masuk. Tingen mengelap pipinya yang barusan dicium Ruxi lalu pergi. 


Ruxi sudah berganti pakaian. Ia membersihkan make up-nya sambil bercermin. Saat membersihkan bibirnya ia teringat saat mencium pipi Tingen tadi. Ia juga masih belum melupakan tatapan Tingen padanya. 


Ah Wei datang ke atap. Tiba-tiba ia teringat saat Fenqing mengaku peduli padanya. Ah Wei bertanya gimana kalo dia ingin balikan sama mantannya? Fenqing mengatakan akan menghentikannya. Dia mengaku nggak ingin melihat Ah Wei terluka lagi. 


Ah Wei lalu mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke Fenqing. Fenqing yang belum tidur mengambil ponselnya dan membaca pesannya. Tidur lebih awal. Selamat malam. Ia lalu membalas pesan itu dengan video. Selamat malam. Tidur lebih awal. 


Tiba-tiba Fenqing menemukan rekaman video yang asing baginya. Apa dia yang merekamnya? Fenqing memutarnya dan terkejut. Tingen mengaku mencintainya. Ia sampai bertanya-tanya apa itu Huo Tingen? Apa dia salah lihat? Ia bangun dan melihatnya sekali lagi. Rasanya Huo Tingen nggak akan mengatakan sesuatu seperti itu. Apa dia mimpi? Fenqing mencubit pipinya sendiri. Aw sakit. Dia bahkan belum tidur. 


Fenqing ketakutan lalu melempar ponselnya. Ia kembali bertanya-tanya kenapa Tingen mengatakannya? Apa malam itu mereka... . Fenqing kembali teringat kejadian malam itu. Fenqing merasa kalo itu nggak mungkin. Ia lalu teringat nasehat Ah Wei yang menyuruhnya untuk menjauhi Tingen. Ah Wei merasa kalo Huo Tingen berusaha untuk mengejar Fenqing. 


Fenqing merasa nggak mungkin. Ia lalu teringat saat Tingen meminta tangannya. 


Nggak mungkin. Ia lalu teringat saat Tingen memayunginya saat hujan. Fenqing teriak, nggak mungkin. 


Fenqing bangun esok harinya. Dia nggak nyenyak tidur. Suatu hari Tingen mengejarnya. Keesokan harinya Tingen memeluknya. Fenqing teriak-teriak menyuruh Tingen pergi. Ia lalu menengok ke samping dan tahu-tahu Tingen sudah ada di sebelahnya. Tingen mengucapkan selamat malam. Tingen mengaku mencintai Fenqing. Kenapa Fenqing nggak membuatkannya sarapan? 


Fenqing menggeleng-gelengkan kepalanya dan Tingen sudah berubah menjadi boneka. Fenqing hanya bisa bertanya-tanya. Gimana bisa? 


Fenqing mencuci wajahnya. Ia menatap wajahnya di ceemin dan meminta dirinya sendiri untuk nggak memikirkan hal itu lagi. Kata-kata Tingen kembali ia dengar. Aku mencintaimu. Fenqing teriak, mengatakan kalo Tingen sangat menyebalkan. 


Fenqing berangkat kerja dengan mengendarai sepeda motornya seperti biasa. Saat lampu merah ia kembali mendengar suara Tingen. Aku mencintaimu. Fenqing berasa jadi gila. Berhenti! Akibatnya dia mendapat tatapan aneh dari pengendara lain. 


Fenqing berjalan menuju restoran. Karena semalam nggak bisa tidur, ia merasa masih ngantuk. Ia sampai menguap. Xiaobin yang berjalan nggak jauh darinya mengingatkan kalo Fenqing membuka mulut lebar-lebar, 5 lalat bisa masuk ke sana. Apa Fenqing nggak tidur dengan baik? Fenqing mengaku mimpi buruk semalam. Xiaobin bertanya apa Fenqing habis nonton film horor? Xiaobin lalu memberitahu Tingen kalo Fenqing habis mimpi buruk. Kenapa Tingen nggak memberi Fenqing konseling psikologis? 


Fenqing melihat ke samping dan kaget lihat ada Tingen. Tingen dan Xiaobin menatap Fenqing dan bilang mencintai Fenqing. Je t'aime. Mereka mendekat dan bersikap eksotis. Fenqing sampai frustasi. Ia teriak-teriak menyuruh mereka pergi sambil nangis. Xiaobin sampai bertanya-tanya kalo mimpinya pasti sangat mengerikan. 


Fenqing mengaku ingin bertanya pada Tingen. Tingen mempersilakan. Fenqing menatap Xiaobin. Xiaobin nggak ngeh dan mengangkat pundaknya. Tingen memberitahu kalo Fenqing ingin Xiaobin pergi. Xiaobin malah penasaran. Kenapa dia nggak boleh mendengarnya? Tingen menyuruh Xiaobin agar cepat pergi. Xiaobin menurut. Meski ia ngeluh. Pelit! 


Tingen meminta Fenqing untuk segera mengatakannya selepas Xiaobin pergi. Fenqing malah bertanya apa Tingen ingin bilang sesuatu padanya? Tingen mengaku ngdak ada. Fenqing merasa kalo ada, pikiran yang ada di dalam kepala Tingen. Tingen memikirkannya. Sebenarnya nggak gitu penting juga. Ia menyuruh Fenqing untuk segera masuk. Ia sendiri masuk duluan. 


Fenqing nggak habis pikir. Nggak penting? Sesuatu tentang cinta? Nggak penting? 


Tingen sedang menulis sesuatu di kantornya. Xiaobin masuk dan mengaku ingin memberitahu sesuatu pada Tingen. Tingen bertanya apa? Xiaobin ragu dan nggak jadi memberitahunya. Bukan apa-apa. Tingen bangkit dan berpindah ke meja sebelah. 


Xiaobin memberitahu kalo dia menerima reservasi hari ini. Dia memerlukan konfirmasi Tingen. Tingen mengulurkan tangannya. Xiaobin merasa ragu dan nggak jadi memberikannya. Ia akan mengurusnya sendiri. Tingen mengiyakan dan menyuruh Xiaobin untuk menolaknya saja. Xiaobin merasa kalo mereka nggak bisa menolaknya. Dia butuh Tingen untuk memutuskannya. 


Tingen mulai malas. Ia berbalik dan menatap Xiaobin. Xiaobin meminta Tingen untuk nggak marah setelah melihatnya. Tingen mengatakan kalo dia akan marah kalo Xiaobin nggak juga memperlihatkannya. Tingen merebut tablet Xiaobin dan melihatnya sendiri. Wajahnya tiba-tiba berubah. Siapa bilang mereka menyediakan kari putih? Xiaobin memberitahu kalo pagi ini Tianzhi mengirim reservasi itu. Dan lagi itu adalah ide dari Gong Meili, wakil ditektur Gong. Dia jugs menugaskan Tingen. Untuk memasaknya. Xiaobin menawarkan akan menolaknya untuk Tingen. 


Tingen menanyakan apa yang Tianzhi katakan? Tianzhi tiba-tiba masuk. Ia memberitahu kalo itu adalah tamu ibunya. Ia melarang Tingen menyalahkan Xiaobin. Ia sendiri tahu kalo Tingen ngdak ingin berhubungan dengan kari putih. Dia sudah mengatakannya pada ibunya. Tingen malas dan sengaja memalingkan wajahnya. Tianzhi melanjutkan kalo itu adalah tamu penting untuk Yanis. Tianzhi nggak ingin membenani Tingen maupun ibu. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Harusnya dia mengurus sebelum hal itu kejadian. Tianzhi lalu menawarkan untuk membujuk ibu. Ia akan mengatakan kalo Tingen nggak bisa menerima tamu itu. 


Tianzhi sudah mau berbalik dan pergi tapi Tingen tiba-tiba menariknya. Ia melarang dan meyakinkan kalo dia bisa melakukannya. Xiaobin merasa khawatir dan bertanya apa Tingen yakin? Tingen tersenyum mengiyakan. Ia lalu menatap adiknya dan bercanda seperti dia nggak bisa membuatnya saja. 


Fenqing melihat Tingen di dapur sendirian sedang menghaluskan bumbu. 


Ia lalu teringat perkataan Xiaobin sebelumnya yang mengatakan kalo kari putih adalah makanan kesukaan mendiang adik Tingen. Fenqing terkejut mendengarnya. Ia lalu bertanya kenapa hari ini Tingen masih ingin membuatnya? Xiaobin mengatakan kalo begitulah sifatnya Tingen. Tingen nggak akan pernah menolak permintaan pelanggan. 


Xiaobin memberitahu kalo dulu adik Tingen bertemu dengan seorang pria dan kabur dari rumah. Adiknya bahkan pergi ke pasar malam untuk berjualan demi orang itu. Saat itu Tingen nggak bisa mengerti apa yang adiknya lakukan. Saat adiknya pergi, kari putih menjadi kenangan adiknya. 

Flashback end...

Bersambung...

Komentar:
Kasihan Tingen. Dia dipaksa buat mengingat kenangan yang sebenarnya menyakitkan. Lebih menyakitkan karena orang yang mengungkit adalah adiknya sendiri. Cup..cup..cup. 

Salam
Anysti18
Comments


EmoticonEmoticon