2/18/2019

SINOPSIS Legal High Episode 1 PART 5

SINOPSIS Legal High Episode 1 BAGIAN 5


Penulis Sinopsis: Lfa
All images credit and content copyright: jTBC
Supported by: OPPA SINOPSIS
Follow TABLOID SINOPSIS on: TWITTER

Ju Kyung menghampiri dan membantu Seo Jae In yang sedang memunguti berkasnya. “Kamu belum lelah secara mental, bukan? Kamu melakukannya dengan cukup baik. Hukum selalu menjadi yang tersulit bagi para pemula. Ini cuma masalah teknik, jadi, cerialah.” Kata Ju Kyung.


Seo Jae In : “Maaf karena aku sangat inkompeten. Tapi aku akan berusaha naik banding...”
Tersangka : “Tidak usah. Kamu sudah berbuat cukup banyak. Ini mungkin lebih baik. Saat menjadi siswa, aku berjuang dengan uang sekolah dan biaya hidup. Setelah aku lulus, tiap hari adalah perjuangan karena aku harus mendapatkan uang untuk uang sewa dan biaya akademi. Tapi di sini, aku tidak usah cemas soal mencari nafkah setidaknya selama sepuluh tahun.”
Seo Jae In : “Byung Tae. Bisa-bisanya kamu bicara begitu saat divonis penjara atas pembunuhan? Kamu serius akan seperti ini? Pikirkanlah ibumu.”
Tersangka : “Ibuku? Sudah lama sekali aku tidak punya ibu. Dia meninggalkanku untuk menikah lagi saat aku masih SMP. Jangan sebut soal dia di depanku.”
Seo Jae In : “Maafkan aku. Aku tidak tahu.”
Tersangka : “Tidak penting lagi. Aku memang dikutuk dengan kehidupan suram ini.”
Seo Jae In : “Tapi kamu tidak membunuh siapa pun. Itu bukan kamu. Selama keadilan masih ada...”
Tersangka : “Keadilan? Kamu sungguh berpikir keadilan itu ada di kehidupan nyata? Apakah kamu senaif itu? Kita bukan anak-anak lagi seperti dahulu.”
Seo Jae In : “Byung Tae.”


Seo Jae In : “Saya penasihat Kim Byung Tae, Seo Jae In dari Kelas 4-3. Dia punya alasan yang valid untuk keterlambatannya masuk kelas. Seperti yang Anda lihat di peta ini, konstruksi untuk kompleks apartemen ini antara tempat tinggal dan sekolahnya dimulai sebulan lalu, maka dia tidak bisa lewat rute yang biasa untuk ke sekolah.”


“Keberatan. Jika dia pergi sedikit lebih awal, dia tidak perlu melompati dinding.” Kata seorang anak yang saat itu menjadi jaksa. “Saya juga tidak bisa memahami bagian itu. Maka saya mencari tahu dan akhirnya tahu bahwa dia terpaksa begitu karena ibunya, yang pulang larut malam seusai sif malam. Ibu Byung Tae... (Berbohong) Dia bekerja di rumah sakit sebagai perawat. Jika dia menunggu ibunya pulang sebelum pergi sekolah, dia harus melompati dinding atau telat masuk kelas. Poin penalti akibat keadaan yang tidak bisa dihindari harus dianggap berbeda dari poin yang diterima akibat berkelahi atau menyontek saat ujian. Sekian.” Balas Seo Jae In.


Seo Jae In melihat Byung Tae memapah ibunya yang sedang mabuk.


Byung Tae : “Tidak ada yang memercayaiku. Tidak seorang pun. Semua membicarakan bukti dan faktor peringanan sambil menatapku dengan iba, tapi tidak ada yang percaya aku sebenarnya tidak bersalah. 
Seo Jae In : “Aku tetap tidak bisa terima kasus ini. Aku masih benar-benar amatir.”
Byung Tae : “Jika pertarungannya akan sulit, aku ingin diwakili orang yang memang percaya aku tidak bersalah. Maka aku bisa merasa tidak terlalu bersalah apa pun hasilnya. Kalau kamu menolak, aku akan mengikuti sidang tanpa pengacara.”


Seo Jae In berdiri di depan gedung pengadilan dan melihat seorang nenek yang berdemo. “Ko Tae Rim, yang memihak kriminal murni demi uang, harus dihukum! Ko Tae Rim harus dihukum! Dia cuma Monster Mesum dan pengacara korup. Ko Tae Rim harus dihukum! Hukum dia. Hukum dia!” kata nenek. 


Kemudian Seo Jae In menelfon seseorang. “Hei! Aku di depan gedung pengadilan. Tidak ada yang terjadi. Bisa traktir aku makan siang? Sudah lama sekali.” Kata Seo Jae In. “Kabar sudah tersebar ke seluruh Seocho-dong. Menggangguku tidak akan menghasilkan sidang ulang. Tanyakan saja orang yang lebih berpengalaman. Tidak ada pengacara yang akan mau menerima. Mungkin Monster Mesum mau, tapi menyerah saja.” Balas seseorang di seberang telfon. "Monster Mesum?" kata Seo Jae In heran. “Dia cuma seorang bedebah. Berhenti buang-buang waktu dan menyerahlah. Dia bisa cari pengacara publik. Aku sibuk. Sudah, ya.” Kata orang yang di telfon. “Hei, tunggu. Hei! Astaga.” Kata Seo Jae In.


Seo Jae In baru masuk Firma Hukum B and G dan langkahnya terhenti karena melihat Pengacara Yoon Sang Koo.
Yoon Sang Koo : “Astaga. Lihat siapa yang datang. Bukankah kamu pengacara yang membela tersangka dalam kasus pembunuhan pekerja paruh waktu menjadi buah bibir?” 


Seo Jae In “Halo.” 


Yoon Sang Koo : “Kamu nyaris tidak lulus ujian dan lulus dari institusi di peringkat terbawah. Kamu menyebabkan masalah dan diusir dari firma pertama yang menerimamu sebagai intern kurang dari setahun. Lalu kamu menjadi intern lagi melalui koneksimu, tapi kamu tersingkir akibat persaingan sengit. Lalu kamu beruntung. Teman masa kecilmu, yang menjadi tersangka utama kasus pembunuhan pekerja paruh waktu, menyewamu sebagai pengacaranya. Meski kamu baru menghadiri sidang beberapa kali selama di institusi, kamu ambil kesempatan itu, berpikir itu akan jadi kesempatan besarmu. Kenapa? Seandainya kamu menang. Pengacara amatir memenangi kasus yang diketahui semua orang berarti tawaran pekerjaan dari tiap firma. Lantas kamu bisa meninggalkan semua kesulitanmu!”


Yoon Sang Koo : “Kapan kamu berhenti?”


Yoon Sang Koo : “Tapi kamu akhirnya kalah. Tidak hanya kalah. Kamu... Dalam ruang sidang... (Tertawa) Itu pasti sangat memalukan. Hei, sudah kubilang jangan berani menyinggung "G" dari B and G. Kudengar kamu mencari pengacara untuk tangani sidang ulang untuk...”
Seo Jae In : “Pak Yoon.”
Yoon Sang Koo : “Tidak ada yang bisa memenangi kasus itu. Sadarlah. Jangan minta orang lain membereskan kekacauan yang kamu buat. Monster Mesum satu-satunya orang gila yang akan menerimanya.” 


"Monster Mesum"? Ko Tae Rim?” imbuh Seo Jae In.


Teman Seo Jae In : “Kukatakan pada hakim yang kencan buta denganku aku akan berkencan lagi dengannya, dan dia mengirimkan laporan perincian pengacara itu. Pria ini, Ko Tae Rim, memang hebat. Tingkat kemenangannya 100 persen.”
Seo Jae In : “100 persen?”


Teman Seo Jae In : “Dengan kata lain, dia selalu menang. Monster Mesum menghadiri salah satu sidang terbarunya sebagai pengacara. Terdakwa melakukan penipuan waralaba. Dalam sidang pertamanya, dia berakhir dengan denda besar. Semua membicarakan sup sampah. Tidak ada yang bisa dia gunakan untuk membalik keadaan, tapi keajaiban terjadi.”


Waktu sidang kedua kasus penipuan waralaba. “Anda tahu bagaimana rasanya melewati kios sundaeguk di sebuah pasar saat Anda lapar dan kelelahan usai bekerja semalaman? Ibu terdakwa menderita akibat kemiskinan saat tumbuh dewasa. Dia pernah memungut tulang-tulang dari restoran jokbal dan merebusnya semalaman agar dia yakin putranya bisa meminum semangkuk sup usai bekerja semalaman. Terdakwa berusaha mereka ulang rasa sup buatan ibunya. Dengan kata lain, cinta.” Kata Go Tae Rim yang saat itu menjadi pengacara terdakwa.


Teman Seo Jae In : “Ketua pengadilan, yang berkepribadian dingin mendapatkan julukan, Manusia Es, tiba-tiba mulai menitikkan air mata. Alhasil, terdakwa bebas dengan sepersepuluh dendanya. Secara teknis dia dibebaskan.”
Seo Jae In : “Apa? Kenapa ketua pengadilan menangis?”
Teman Seo Jae In : “Rupanya, kisah tentang jokbal dan sundaeguk sebenarnya dari masa kecil ketua pengadilan. Ibunya, yang kini telah tiada, pernah memungut tulang ayam untuk membuat sup ayam untuknya usai bersekolah.”
Seo Jae In : “Maksudmu itu memengaruhi vonis?”
Teman Seo Jae In : “Hei, putusan ini tetaplah buatan manusia. Hakim tetaplah manusia yang bisa merasakan dan dipengaruhi emosi. Hingga tiga tahun lalu, dia paling diminati di B and G. Tapi dia ribut besar dengan Bang Dae Han lalu mendirikan firmanya sendiri. Kudengar dia berubah drastis. Dia akan menganggapmu hama karena tidak punya uang. Menyerahlah sampai di sini.” 


Seo Jae In mencari alamat rumah Go Tae Rim. Ketika menemukannya, ia melihat Go Tae Rim dan sekretarisnya keluar dari rumah untuk menemui seseorang di depan rumah. Seo Jae in pun langsung bersembunyi dan mengamati pembicaraan mereka. Seseorang itu memberikan tas berisi uang kepada Go Tae Rim “Ini yang kujanjikan padamu. Lantas kamu bisa kupercaya akan mewujudkan keadilan untukku?”. “Tentu saja. Anda tahu apa itu "keadilan"? Pak Anggota Kongres, coba eja itu dari belakang.” Balas Go Tae Rim. "Politik?" jawab bapak anggota kongres itu. “Benar, "politik." Fokus saja pada aktivitas politik Anda.” Kata Go Tae Rim. “Baiklah. Kamu tidak pernah mengecewakan, Pak Ko. Aku akan mengandalkanmu.” Jawabnya.


“Bedebah itu Monster Mesum? Apa? "Keadilan" dan "politik" itu sama?” ucap Seo Jae In yang beranjak dari tempat persembunyiannya karena melihat Go Tae Rim dan sekretarisnya sudah masuk lagi ke dalam rumah. Seo Jae In memutuskan untuk pergi dari sana tetapi langkahnya terhenti ketika ia mengingat perkataan Byung Tae. “Kalau kamu menolak, aku akan mengikuti sidang tanpa pengacara.”


Go Tae Rim : “Kamu benar-benar pengacara? Bukan terapis tawa? 5.000 dolar untuk sidang ulang? Aku kelaparan karena tergelak-gelak.
Sekretaris : “Baik, Pak. Akan kusiapkan makanan.”
Seo Jae In : “Pak Ko, bisakah setidaknya temui dia untuk konsultasi dahulu?”
Go Tae Rim : “Pak Gu. Mulai saat ini, aku tidak ada di sini. Tolong suruh dia pergi.”


Sekretaris : “Maaf, tapi Pak Ko sedang tidak ada di sini.”
Seo Jae In : “Apa? Dia ada di situ.”
Sekretaris : “Tidak, dia tidak ada di sini.”
Seo Jae In : (Menghela nafas dan mendekati Go Tae Rim) “Bisakah kamu setidaknya mendengarkan kisahnya?”


Go Tae Rim memutar kursi yang didudukinya membelakangi Seo Jae In. “Baiklah, lantas berapa akan cukup?” tanya Seo Jae In.


Go Tae Rim mengangkat tangan dan menunjukan lima jari. “Maksudmu, 50.000 dolar? Bukankah itu berlebihan?” kata Seo Jae In. Go Tae Rim mengibaskan tangannya. “Silakan pergi.” Ucap sekretarisnya. 


Go Tae Rim memakai headphone dan mulai bernyanyi tetapi Seo Jae In tidak menyerah. Ia terus berbicara sambil berusaha melepas headphone itu.
Go Tae Rim : "Kamu sungguh menjengkelkan"
Seo Jae In : “Masa depannya bergantung pada ini.”
Go Tae Rim : "Aku sungguh tidak tahu kenapa"
Seo Jae In : “Vonis pertamanya tidak adil.” 
Go Tae Rim : "Kukumpulkan keberanian lagi"
Seo Jae In : “Dan biayamu terlalu mahal.”
Go Tae Rim : “Akan kukirim pertanda, kukirim"


Go Tae Rim melepas headphonenya kemudian berdiri. “Tidak akan pernah! Mustahil. Tidak mungkin. Jawabanku adalah tidak.” ucapnya. “Lantas bagaimana kalau kubayar dengan cicilan bulanan?” tawar Seo Jae In. “Tanpa kredit dan tanpa diskon. Pak Gu, tolong taruh tanda di depan pintu. Misalnya, "Musim sepi membawakan keberuntungan." "Tidak terima kartu kredit." Aku enggan membayar biaya pengolahan.” Kata Go Tae Rim kepada sekretarisnya. “Kamu ini pengacara. Apa tidak punya hati nurani? Hidup seseorang bergantung pada ini.” Kata Seo Jae In. 


“Di dalam metro, kamu bicara tentang menghormati orang lebih tua tanpa tahu situasinya dan mengkritikku karena kurang punya rasa keadilan. Sulit dipercaya kamu ini pengacara. Apa yang salah dengan dunia ini? Entah seseorang berakhir dengan vonis tidak adil atau bunuh diri dalam penjara untuk membuktikan dia tidak bersalah, aku sama sekali tidak peduli. Kalau kamu ingin menyewaku, bawakan itu dahulu!” ucap Go Tae Rim. “Bawakan apa? Alasan untuk naik banding?” tanya Seo Jae In. Go Tae Rim menjawab dengan mengangkat tangannya mengisyaratkan. “Maksudmu, uang? 50.000 dolar?” ucap Seo Jae In. “Bukan, 500.000 dolar.” Balas Go Tae Rim. “Apa? 500.000 dolar?” jawab Seo Jae In. “Itu sudah termasuk diskon besar. Tiap terdakwa yang kuwakili pasti menang.” Kata Go Tae Rim.


“Tapi bisakah kamu memenangi kasus ini? Dia mengakuinya karena takut saat diinterogasi polisi. Pernyataan itu penting dalam vonis pertama...” ucap Seo Jae In. “Bawakan saja uangnya. Maka akan kubebaskan dia.” sela Go Tae Rim. “Tapi ini bukan soal uang. Hukum negara ini hancur kalau keadilan tidak bisa menang.” Kata Seo Jae in . “Dia tidak bersalah, tapi berakhir dengan vonis sepuluh tahun? Kamu pasti sudah memikirkan ini. "Celaka. Alih-alih menyumbang untuk mewujudkan keadilan, pengadilan memvonis pria tidak bersalah sepuluh tahun penjara." "Apa yang salah dengan hukum negara ini?" tebak Go Tae Rim. “Aku tahu betul tidak semua vonis bisa benar-benar adil. Aku pun tahu kamu tidak bisa selalu menang saat berjuang demi keadilan.” Jawab Seo Jae In. "Keadilan?" Kamu? Sadarlah.” Ucap Go Tae Rim. “Pria tidak bersalah itu dinyatakan membunuh. Kamu sebut itu keadilan?” tanya Seo Jae In. 


“Betul. Jaksa itu meyakini perbuatannya itu adil. Kalau ada 100 orang, semuanya akan berpikir mereka adil. Semuanya berpikir mereka benar dan berjuang untuk membuktikannya. Itulah yang terjadi di ruang sidang. Kalau ada satu lagi pengacara amatir sepertimu, dunia hukum negara ini akan sungguh hancur.” ejek Go Tae Rim. “Tapi...” balas Seo Jae In. “Dengarkan aku baik-baik. Keadilan bisa dibeli dengan uang. Maka kamu harus membawakan uang dahulu. Uang!” potong Go Tae Rim. “Benar, katamu keadilan dan politik itu sama.” Ucap Seo Jae In. 


“Tutup mulutmu! Tahukah kamu betapa berharganya waktuku? Lihat jarum detik jam tangan ini? 10 dolar, 20 dolar, 100 dolar, 1.000 dolar, dan 10.000 dolar. Jika bicara sepatah kata lagi, kamu harus bayar 5.000 dolar sebagai biaya konsultasi.” Tegas Go Tae Rim. 


“Pak Gu.” Panggil Go Tae Rim pada sekretarisnya. “Ya, Pak.” Jawab sekretaris itu. “Tamu akan pergi.” Kata Go Tae Rim. “Anda harus pergi sekarang.” Ucap Pak Gu pada Seo Jae In.


“Aku tidak akan pernah menyewa pengacara sepertimu! Kamu Monster Mesum mata duitan, yang lebih parah dari sampah!” maki Seo Jae In.


“5.000 dolar! Bayarlah 5.000 dolar sekarang juga. 5.000 dolar!” tuntut Go Tae Rim.
Comments


EmoticonEmoticon